Senin, 17 Februari 2014

Niat



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Niat merupakan titik tolak dalam segala amal perbuatan. Ia menjadi ukuran yang menentukan tentang baik dan buruknya sesuatu perkataan atau perbuatan Fungsi dan peranan niat itu sangat penting, sehingga sebagian ulama salaf mengatakan:
رب عمل صغير معظمه النية ورب عمل كبير تصغره النية
Kerap kali amal yang kecil menjadi besar karena baik niatnya, dan kerap kali pula amal yang besar menjadi kecil karena salah niatnya
Niat, iradah atau qashad ialah dorongan yang tumbuh dalam hati manusia, yang menggerakkan untuk melaksanakan amal perbuatan atau ucapan. Adapun kedudukan niat akan dibahas dalan bab pembahasan.
Umar bin al-Khatthab yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dengan niat dan sesungguhnya masing-masing orang mendapatkan apa yang dia niatkan.” Jadi pada intinya setiap niat yang baik pasti menghasilkan perbuatan yang baik pula dan sebaliknya, setiap niat yang buruk akan menghasilkan perbuatan yang buruk pula.
Sedangkan apabila seseorang melaksanakan amal perbuatan janganlah ia sertakan dalam  niatnya untuk selain Allah karena hal itu akan menjadi amal perbuatan yang sia-sia, dan inilah yang dimaksud riya’ yang mana harus dijauhi oleh seseorang ketika amalnya ingin diterima di sisi Allah.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak dibahas adalah sebagai berikut:
1.      Apa Yang Dimaksud Dengan Niat?
2.      Apakah Pengaruh Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah yang kita lakukan?
3.      Bagaimana Makna Kata dalam Hadits (mufrodat)
C.    Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.      Unutuk memahami makna niat dalam islam
2.      Untuk mengetahui hukum niat dalam beribadah
3.      Untuk memenuhi tugas al-qur’an hadist.
4.      Untuk mengetahui makna kata dalam hadist
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Niat
Niat adalah maksud atau keinginan kuat didalam hati untuk melakukan sesuatu. Dalam terminologi syar'i berarti adalah keinginan melakukan ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perbuatan atau meninggalkannya.
Niat termasuk perbuatan hati maka tempatnya adalah didalam hati, bahkan semua perbuatan yang hendak dilakukan oleh manusia, niatnya secara otomatis tertanam didalam hatinya. Aspek niat itu ada 3 hal :
1.      Diyakini dalam hati.
2.      Diucapkan dengan lisan (tidak perlu keras sehingga dapat mengganggu orang lain atau bahkan menjadi riya).
3.      Dilakukan dengan amal perbuatan.
Dengan definisi niat yang seperti ini diharapkan orang Islam atau Muslim itu tidak hanya 'bicara saja' karena dengan berniat berati bersatu padunya antara hati, ucapan dan perbuatan. Niat baiknya seorang muslim itu tentu saja akan keluar dari hati yang khusyu’ dan tawadhu’, ucapan yang baik dan santun, serta tindakan yang dipikirkan masak-masak dan tidak tergesa-gesa serta cermat. Karena dikatakan dalam suatu hadits Muhammad apabila yang diucapkan lain dengan yang diperbuat termasuk ciri-ciri orang yang munafik.
Niat juga merupakan pancaran hati yang mengalir sesuai pertolongan Allah. Niat adakalanya mudah dan adakalanya sulit dilakukan. Namun niat biasanya memang mudah dilakukan oleh orang yang hatinya cenderung pada agama, bukan dunia. Pembagian Manusia karena Niat:
a.       Melakukan ketaatan karena motif takut kepada Allah.
b.      Malakukan ketaatan karena motif mengharap rahmat allah.
c.       Melakukan ketaatan dengan niat mengagungkan Allah karena Hak-Nya untuk ditaatai dan diibadahi.tingkatan ini lebih tinggi dari dua tingkatan sebelumnya.
Hal ini sulit dilakukan oleh orang yang cinta dunia. Inilah niat yang paling mulia dan tinggi. Sedikit sekali orang yang memahaminya. Apalagi mampu melakukanya. Pemilik tingkatan ini selalu berzikir kepada Allah dan merenungi keagungan-Nya karena cinta. Barang siapa yang hatinya dikuasai oleh niat maka boleh jadi ia sulit berpaling pada lainya. Barang siapa yang menghadirkan niat dalam amalan mubah dan tidak menghadirkan niat dalam amal keutamaan maka yang mubah lebih utama dan yang utama akan beralih menjadi mubah. Misalnya, menghadirkan niat pada saat makan guna menguatkan tubuh untuk beribadah dan mengistirahatkan badan. Ketika itu dalam hatinya tidak terbesit niat untuk shalat dan puasa. Dalam kondisi seperti ini makan dan tidur lebih baik baginya. Bahkan seandainya dia bosan beribadah karena seringkali melakukanya dan ia tahu bahwa andainya ia rehat sejenak ia dengan amalan mubah maka kondisi badanya akan kembali segar. Dalam kondisi seperti, rehat sejenak lebih baik daripada ibadah.
B.       Contoh Hadis Tentang Niat
     Contoh hadits tentang niat yaitu:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
(( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لإِمْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٌ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ)).
Dari Umar bin al Khaththab, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang bergantung dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin ia perolehnya, atau untuk wanita yang ingin ia nikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang berhijrah kepadanya.”
Sesungguhnya suatu amal akan diterimanya di sisi Allah jika memenuhi dua syarat, yaitu niat ikhlas dan mengikuti Sunnah. Oleh karena itu Allah akan melihat hati manusia, apakah ikhlas, dan melihat amalnya, apakah sesuai dengan tuntunan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk kamu dan harta kamu, tetapi Dia melihat hati kamu dan amal kamu. (HR. Muslim, no. 2564)
  Dari sekilas penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa niat sangat menentukan baik dan buruknya sebuah amalan (perbuatan) dan menentukan sah atau tidaknya sebuah amal ibadah. Niat pun menentukan berpahala dan berdosanya pelaku amalan tersebut, sebagaimana pula menentukan besar dan kecilnya pahala atau dosa yang ia peroleh dari amalannya tersebut.
C.      Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1)      Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
2)      Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.
3)      Niat Merupakan pembeda antara ibadah dengan adat. Sebagai contoh mandi dapat dilakukan untuk menghilangkan hadats, tetapi mandi juga dapat dilakukan sebagai kebiasaan.

D.      Pengaruh Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah
Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
a)    Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.
b)   Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
1)      Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
2)      Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan
·      Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
·      Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
3)      Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.
Allah Swt. Menggambarkan keikhlasan dalam beramal ini seperti dimuat keikhlasan dalam beramal ini seperti dimuat dalam Al-Qur an Surat Al-Baqarah (2) ayat 265 sebagai berikut :
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.S. Al-Baqarah : 265)

E.     Macam-Macam Niat
Niat Dibedakan menjadi 2, yaitu:
1.      Niat Dalam Kebaikan
Termasuk rahmat dan anugerah Allah adalah bahwa Dia telah menulis kebaikan hamba hanya karena keinginan berbuat kebaikan. Sedangkan keinginan berbuat keburukan belum ditulis. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan hal ini di dalam hadits sebagai berikut:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
Sesungguhnya Allah menulis semua kebaikan dan keburukan. Barangsiapa berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia tidak melakukannya, Allah menulis di sisiNya pahala satu kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia melakukannya, Allah menulis pahala sepuluh kebaikan sampai 700 kali, sampai berkali lipat banyaknya. Barangsiapa berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia tidak melakukannya, Allah menulis di sisiNya pahala satu kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia melakukannya, Allah menulis satu keburukan saja. [HR. Bukhori, no. 6491; Muslim, no. 131]
2.    Niat Dalam Keburukan
Keinginan yang melintas di dalam hati untuk berbuat keburukan belum ditulis dosa oleh Allah. Namun jika keinginan itu sudah menjadi tekad dan niat, apalagi sudah diusahakan, walaupun tidak terjadi, maka pelakunya sudah mendapatkan balasan karenanya. Dalam hal ini Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي النَّارِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ قَالَ إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ
Jika dua orang muslim bertemu dengan pedang masing-masing (berkelahi; berperang), maka pembunuh dan orang yang terbunuh di dalam neraka. Aku (Abu Bakroh) bertanya: ”Wahai Rosululloh, si pembunuh (kami memahami-pent), namun bagaimana dengan orang yang terbunuh. Beliau menjawab: “Sesungguhnya dia juga sangat ingin membunuh kawannya itu”. [HR. Bukhori, no. 31, 7083; Muslim, no. 2888; dari Abu Bakroh]
Di dalam hadits lain, Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan bahaya niat buruk di dalam hubungan antar hamba. Beliau bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا
Siapa saja berhutang dengan niat tidak akan membayar hutang kepada pemiliknya, dia akan bertemu Allah sebagai pencuri. [HR. Ibnu Majah, no. 2410; syaikh Al-Albani berkata: “Hasan Shohih”]
Kedudukan niat yang sangat penting juga dapat dilihat dari akibat yang dihasilkannya. Yaitu bahwa sekedar niat, seseorang sudah mendapatkan pahala atau siksa. Hal ini diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي كَبْشَةَ الْأَنَّمَارِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
Dari Abu Kabsyah Al-Anmari rodhiyAllahu ‘anhu, bahwa dia mendengar Rasululloh sholAllahu ‘alaihi wassallam bersabda: “Sesungguhnya dunia itu untuk 4 orang: Hamba yang Allah berikan rizqi kepadanya berupa harta (dari jalan yang halal) dan ilmu (agama Islam), kemudian dia bertaqwa kepada Robbnya pada rizqi itu (harta dan ilmu), dia berbuat baik kepada kerabatnya dengan rizqinya, dan dia mengetahui hak bagi Allah padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling utama (di sisi Allah). Hamba yang Allah berikan rizqi kepadanya berupa ilmu, namun Dia tidak memberikan rizqi berupa harta, dia memiliki niat yang baik. Dia mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti perbuatan Si Fulan (orang pertama yang melakukan kebaikan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya (orang pertama dan kedua) sama. Hamba yang Allah berikan rizqi kepadanya berupa harta, namun Dia tidak memberikan rizqi kepadanya berupa ilmu, kemudian dia berbuat sembarangan dengan hartanya dengan tanpa ilmu. Dia tidak bertaqwa kepada Robbnya padanya, dia tidak berbuat baik kepada kerabatnya dengan hartanya, dan dia tidak mengetahui hak bagi Allah padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling buruk (di sisi Allah). Hamba yang Allah tidak memberikan rizqi kepadanya berupa harta dan ilmu, kemudian dia mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti perbuatan Si Fulan (dengan orang ketiga yang melakukan keburukan itu)”. Maka dia (dibalas) dengan niatnya, dosa keduanya sama.
Semua keterangan ini menunjukkan pentingnya kedudukan niat. Oleh karena itu seorang muslim yang baik selalu membangun seluruh amalannya di atas niat yang baik, yaitu ikhlas karena Allah. Demikian juga seorang muslim akan selalu berusaha beramal berdasarkan Sunnah Nabi, karena hal ini sebagai kelengkapan niat yang baik. Karena semata-mata niat yang baik tidak bisa merubah kemaksiatan menjadi ketaatan. Seperti seseorang bershodaqoh dengan uang curian atau korupsi.
F.     Hukum niat dalam ibadah
Hukum niat dalam setiap ibadah adalah wajib. Allah berfirman :
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدي 
Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya..” (QS Al-Bayyinah : 5)
Dan makna ikhlas pada ayat diatas ( مخلصين ) adalah niat. Rosulullah -sholallahu ‘alaihi wasallam- bersabda :
إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى
Artinya : “Setiap amalan-amalan (harus) dengan niat. dan setiap orang mendapatkan (ganjaran) sesuai niatnya.”


G.    Tempat Niat
Tempat niat adalah didalam hati. jika seseorang berniat wudhu dalam hati kemudian dia berwudhu maka sah wudhunya walaupun dia tidak melafadzkan niat tersebut. dalam niat tidak diharuskan mengucapkan dengan lisan, akan tetapi cukup dalam hati. jika seseorang berniat dalam hati dan mengucapkannya dengan lisan maka lebih sempurna. karena niat adalah sebuah keikhlasan maka tempatnya adalah dalam hati.
Sedangkan dalam Madzhab Malikiyah niat hanya dalam hati, karena Rosulullah -shollahu ‘alaihi wasallam- dan para sahabatnya tidak pernah mengucapkan niat dengan lisan.
Dalam kitab Riyadhushshalihin karya Al-Imam, Al-Hafizh, Syaikhul Islam, Mukhyiddin, Abu Zakariyya, Yahya bin Yusuf bin Muri bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam An-Nawawi disebutkan:
(1)- وعن أمير المؤمِنين أبي حَفْصٍ عمرَ بنِ الخطابِ بنِ نُفَيْلِ بنِ عبدِ العُزّى بن رياحِ بنِ عبدِ اللهِ بن قُرْطِ بن رَزاحِ بنِ عدِي بنِ كعب بنِ لُؤَيِّ بنِ غالبٍ القُرشِيِّ العَدويِّ - رضي الله عنه - ، قالَ : سَمِعتُ رَسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - ، يقُولُ : (( إنّمَا الأَعْمَالُ بالنِّيّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امرِىءٍ مَا نَوَى ، فَمَنْ كَانَتْ هجرته إلى الله ورسوله ، فهجرته إلى الله ورسوله ، ومن كانت هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصيبُهَا ، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكَحُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلى مَا هَاجَرَ إِلَيْه )) . مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ . رَوَاهُ إمَامَا الْمُحَدّثِينَ ، أبُو عَبْدِ الله مُحَمَّدُ بْنُ إسْمَاعيلَ بْن إبراهِيمَ بْن المُغيرَةِ بنِ بَرْدِزْبهْ الجُعْفِيُّ البُخَارِيُّ ، وَأَبُو الحُسَيْنِ مُسْلمُ بْنُ الحَجَّاجِ بْنِ مُسْلمٍ الْقُشَيريُّ النَّيْسَابُورِيُّ رضي اللهُ عنهما فِي صحيحيهما اللَّذَيْنِ هما أَصَحُّ الكُتبِ المصنفةِ . ]رياض الصالحين [
__________
(1) - أخرجه : البخاري 1/2 ( 1 ) ، ومسلم 6/48 ( 1907 ) .
“Dari Amirul Mu’minin Abi Hafshin ‘Umar bin Khaththab bin Nufail bin ‘Abdil ‘Uzzi bin Riyah bin ‘Abdillah bin Qurthi bin Rozah bin ‘Adiy bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Qurosyiyyi Al-‘Adawi RA. ia berkata, 'Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia berhijrah.” (Muttafaqun ‘Alaih) [Riyadhushshalihin 1/12]
Sedangkan dalam Shohih Bukhary di sebutkan dengan redaksi yang sedikit berbeda:
حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول  : ( إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه )]صحيح البخارى-كتاب بدء الوحي [
“Al-khumaidi ‘Abdullah bin Zubair menceritakan kepada kami, dia berkata bahwa Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata bahwa Yahya bin Sa’id Al-Anshari menceritakan kepada kami, dia berkata bahwa Muhammad bin Ibrahim At-Taimi telah mengabarkan kepada saya bahwa dia mendengar dari Alqamah bin Waqash al-Laitsi, ia berkata, "Saya mendengar Umar ibnul Khaththab r.a. (berpidato) di atas mimbar, 'Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya  kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia berhijrah."
Dalam kitab Arba’in Nawawi juga disebutkan:
[ عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله تعالى عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله تعالى عليه وعلى آله وسلم يقول : إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه ]
رواه إماما المحدثين : أبو عبدالله محمد ابن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبه البخاري وأبو الحسين مسلم ابن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري : في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة  (اربعون النووية)
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang). [Arba’in Nawawi 1/1]

H.    Motivasi Niat Dalam Beramal
1.      Riwayat Hadits
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
 )رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة(

Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”
(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits).
2.      Makna Kata dalam Hadits (mufrodat)
1.    أَبِيْ حَفْصٍ
:
Bermakna Al-Asad (singa), sedang Abu Hafsh adalah julukan bagi ‘Umar bin Khathab.
2.    إِنَّمَا
:
 (hanyalah) menunjukkan makna pengkhususan dan pembatasan yaitu penetapan hukum untuk yang tersebutkan dan peniadaan hukum tersebut dari selainnya. Lihat Syarh An-Nawawy (13/54) dan Al-‘Il am karya Ibnu Mulaqqin (1/168).
3.    اْلأَعْمَالُ
:
Yang diinginkan di sini adalah amalan-amalan yang disyariatkan (ibadah).
4.    لنِّيَّاتِ ا
:
Merupakan jama’ dari kata niyat. Niat secara bahasa adalah maksud dan kehendak
5.    امْرِئٍ
:
Artinya adalah manusia, baik laki-laki maupun perempuan
6.    هِجْرَتُهُ
:
Secara bahasa artinya meninggalkan sesuatu dan berpindah kepada selainnya. Adapun secara istilah yaitu meninggalkan negeri kafir menuju negeri Islam karena takut fitnah dan untuk menegakkan agama. Adapun hijrah dalam hadits ini adalah Hijrah dari Mekkah ke Madinah.
7.    إِلَى اللهِ
:
Maksudnya adalah menuju keridhaan Allah, baik dalam niat atupun tujuan.
8.    لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا
:
Artinya adalah demi tujuan duniawi yang ingin dicapainya.

3.      Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689 dan 6953, Imam Muslim no. 3530 dan lain-lain dari jalan Yahya bin Sa’id Al-Anshory dari Muhammad bin Ibrahim at-Taimy dari ‘Alqomah bin Waqqosh Al-Laitsy dari ‘Umar ibnul Khoththob radhiallahu ‘anhu.
Dari konteks sanadnya kita bisa melihat bahwa hadits ini adalah hadits ahad atau lebih tepatnya ghorib karena tidak ada yang meriwayatkan hadits ini –secara shohih- dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam kecuali ‘Umar, tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari ‘Umar kecuali ‘Alqomah, tidak ada yang meriwayatkan hadits ini darinya kecuali Muhammad bin Ibrahim dan tidak ada yang meriwayatkan hadits ini darinya kecuali Yahya.
4.         Kedudukan Hadits
Materi hadits pertama ini merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).


5.    Penjelasan (syarah) Hadits
Hadits ini adalah salah satu dalil dari kaidah yang sangat agung dan bermanfaat yang berbunyi “Al-Umuru bimaqoshidiha” (Setiap perkara tergantung dengan maksudnya). Berkata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah dalam Manzhumahnya :
اَلنِّيَةُ شَرْطٌ لِسَائِرِ الْعَمَلِ فِيْهَا الصَّلاَحُ وَالْفَسَادُ لِلْعَمَلِ
“Niat adalah syarat bagi seluruh amalan, pada niatlah benar atau rusaknya amalan”.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Niat juga merupakan pancaran hati yang mengalir sesuai pertolongan Allah. Niat adakalanya mudah dan adakalanya sulit dilakukan. Namun niat biasanya memang mudah dilakukan oleh orang yang hatinya cenderung pada agama, bukan dunia.
Para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
a.       Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.
b.      Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
a)      Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
b)      Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan
§  Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
§  Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
c)      Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.
Hukum niat dalam setiap ibadah adalah wajib. Allah berfirman :

وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدي
Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya..” (QS Al-Bayyinah : 5)











DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i, Moh, Akhlak Rasulullah SAW, Semarang: CV. Wicaksana, 1989.
Bassam, Abdullah bin Abdurrahman Alu, Syariah Hadits Pilihan, Bekasi: PT. Darul Falah, 2011.
M.Ali Usman,  A. A. Dahlan, M.D. Dahlan, Hadist Qudsi, Bandung: C.V. Diponegoro, 1984.

1 komentar:

  1. Bagai mana dengan niat puasa.
    Sedangkan yang dinamakan niat itu di dalam hati lalu di barengi oleh perbuatny. Sedangkan puasa ke esok harinya

    BalasHapus