BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Niat merupakan titik tolak dalam segala amal
perbuatan. Ia menjadi ukuran yang menentukan tentang baik dan buruknya sesuatu
perkataan atau perbuatan Fungsi dan peranan niat itu sangat penting, sehingga
sebagian ulama salaf mengatakan:
رب عمل صغير
معظمه النية ورب عمل كبير تصغره النية
“Kerap kali amal yang kecil
menjadi besar karena baik niatnya, dan kerap kali pula amal yang besar menjadi
kecil karena salah niatnya”
Niat, iradah atau qashad ialah
dorongan yang tumbuh dalam hati manusia, yang menggerakkan untuk melaksanakan
amal perbuatan atau ucapan. Adapun kedudukan niat akan dibahas dalan bab
pembahasan.
Umar bin al-Khatthab yang
diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya
amal-amal itu dengan niat dan sesungguhnya masing-masing orang mendapatkan apa
yang dia niatkan.” Jadi pada intinya setiap niat yang baik pasti menghasilkan
perbuatan yang baik pula dan sebaliknya, setiap niat yang buruk akan
menghasilkan perbuatan yang buruk pula.
Sedangkan
apabila seseorang melaksanakan amal perbuatan janganlah ia sertakan dalam
niatnya untuk selain Allah karena hal itu akan menjadi amal perbuatan yang
sia-sia, dan inilah yang dimaksud riya’ yang mana harus dijauhi oleh seseorang
ketika amalnya ingin diterima di sisi Allah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang
hendak dibahas adalah sebagai berikut:
1.
Apa Yang
Dimaksud Dengan Niat?
2.
Apakah Pengaruh Niat yang
Salah Terhadap Amal Ibadah yang kita lakukan?
3.
Bagaimana Makna Kata dalam Hadits (mufrodat)
C.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu:
1.
Unutuk memahami
makna niat dalam islam
2.
Untuk
mengetahui hukum niat dalam beribadah
3.
Untuk memenuhi
tugas al-qur’an hadist.
4.
Untuk mengetahui makna kata dalam hadist
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Niat
Niat adalah maksud atau keinginan kuat didalam hati untuk melakukan sesuatu.
Dalam terminologi syar'i berarti
adalah keinginan melakukan ketaatan kepada Allah dengan melaksanakan perbuatan
atau meninggalkannya.
Niat termasuk perbuatan hati maka tempatnya adalah
didalam hati, bahkan semua perbuatan yang hendak dilakukan oleh manusia,
niatnya secara otomatis tertanam didalam hatinya. Aspek niat itu ada 3 hal :
1.
Diyakini dalam hati.
2.
Diucapkan dengan lisan (tidak perlu keras
sehingga dapat mengganggu orang lain atau bahkan menjadi riya).
3.
Dilakukan dengan amal perbuatan.
Dengan definisi niat yang seperti ini diharapkan orang Islam atau Muslim itu tidak hanya 'bicara saja' karena dengan berniat berati bersatu padunya antara
hati, ucapan dan perbuatan. Niat baiknya seorang muslim itu tentu saja akan keluar dari hati yang khusyu’ dan tawadhu’, ucapan yang baik dan santun, serta
tindakan yang dipikirkan masak-masak dan tidak tergesa-gesa serta cermat.
Karena dikatakan dalam suatu hadits Muhammad apabila
yang diucapkan lain dengan yang diperbuat termasuk ciri-ciri orang yang munafik.
Niat juga merupakan pancaran hati yang mengalir sesuai pertolongan Allah.
Niat adakalanya mudah dan adakalanya sulit dilakukan. Namun niat biasanya
memang mudah dilakukan oleh orang yang hatinya cenderung pada agama, bukan
dunia. Pembagian Manusia karena Niat:
a.
Melakukan ketaatan karena motif takut kepada Allah.
b.
Malakukan ketaatan karena motif mengharap rahmat
allah.
c.
Melakukan ketaatan dengan niat mengagungkan Allah
karena Hak-Nya untuk ditaatai dan diibadahi.tingkatan ini lebih tinggi dari dua
tingkatan sebelumnya.
Hal ini
sulit dilakukan oleh orang yang cinta dunia. Inilah niat yang paling mulia dan
tinggi. Sedikit sekali orang yang memahaminya. Apalagi mampu melakukanya.
Pemilik tingkatan ini selalu berzikir kepada Allah dan merenungi keagungan-Nya
karena cinta. Barang siapa yang hatinya dikuasai oleh niat maka boleh jadi ia
sulit berpaling pada lainya. Barang siapa yang menghadirkan niat dalam amalan
mubah dan tidak menghadirkan niat dalam amal keutamaan maka yang mubah lebih
utama dan yang utama akan beralih menjadi mubah. Misalnya, menghadirkan niat
pada saat makan guna menguatkan tubuh untuk beribadah dan mengistirahatkan
badan. Ketika itu dalam hatinya tidak terbesit niat untuk shalat dan puasa.
Dalam kondisi seperti ini makan dan tidur lebih baik baginya. Bahkan seandainya
dia bosan beribadah karena seringkali melakukanya dan ia tahu bahwa andainya ia
rehat sejenak ia dengan amalan mubah maka kondisi badanya akan kembali segar.
Dalam kondisi seperti, rehat sejenak lebih baik daripada ibadah.
B.
Contoh Hadis
Tentang Niat
Contoh hadits tentang niat yaitu:
عَنْ عُمَرَ
بْنِ الخَطَّابِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
(( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ،
وَإِنَّمَا لإِمْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ
وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٌ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا
هَاجَرَ إِلَيْهِ)).
Dari Umar
bin al Khaththab, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu dengan niat, dan sesungguhnya
setiap orang bergantung dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang
hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan
barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang ingin ia perolehnya, atau untuk
wanita yang ingin ia nikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang berhijrah
kepadanya.”
Sesungguhnya
suatu amal akan diterimanya di sisi Allah jika memenuhi dua syarat, yaitu niat ikhlas dan mengikuti Sunnah. Oleh karena
itu Allah akan melihat hati manusia, apakah ikhlas, dan melihat amalnya, apakah
sesuai dengan tuntunan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ
لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى
قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Sesungguhnya Allah tidak melihat
bentuk kamu dan harta kamu, tetapi Dia melihat hati kamu dan amal kamu. (HR.
Muslim, no. 2564)
Dari sekilas penjelasan di
atas, dapat kita pahami bahwa niat sangat menentukan baik dan buruknya sebuah
amalan (perbuatan) dan menentukan sah atau tidaknya sebuah amal ibadah. Niat
pun menentukan berpahala dan berdosanya pelaku amalan tersebut, sebagaimana
pula menentukan besar dan kecilnya pahala atau dosa yang ia peroleh dari
amalannya tersebut.
C.
Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1)
Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal
(ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan
amal kebiasaan.
2)
Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah),
maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan
amal ibadah yang lainnya.
3)
Niat
Merupakan pembeda antara ibadah dengan adat. Sebagai contoh mandi dapat
dilakukan untuk menghilangkan hadats, tetapi mandi juga dapat dilakukan sebagai
kebiasaan.
D.
Pengaruh
Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah
Jika para
ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
a)
Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang
dipakai oleh fuqoha’.
b)
Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah
lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2
ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap
diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
1)
Jika niatnya
salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
2)
Jika
kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan
·
Jika ia
menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
·
Jika ia
memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
3)
Senang untuk
dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.
Allah Swt. Menggambarkan
keikhlasan dalam beramal ini seperti dimuat keikhlasan dalam beramal ini
seperti dimuat dalam Al-Qur an Surat Al-Baqarah (2) ayat 265 sebagai berikut :
وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ
ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ
بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِنْ لَمْ
يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan perumpamaan
orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk
keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi
yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali
lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan
gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.S. Al-Baqarah : 265)
E.
Macam-Macam Niat
Niat Dibedakan menjadi 2, yaitu:
1.
Niat Dalam Kebaikan
Termasuk rahmat dan anugerah Allah adalah bahwa Dia
telah menulis kebaikan hamba hanya karena keinginan berbuat kebaikan. Sedangkan keinginan berbuat
keburukan belum ditulis. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan hal ini
di dalam hadits sebagai berikut:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ
وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا
كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا
فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ
مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ
يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ
هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
Sesungguhnya
Allah menulis semua kebaikan dan keburukan. Barangsiapa berkeinginan berbuat
kebaikan, lalu dia tidak melakukannya, Allah menulis di sisiNya pahala satu
kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia
melakukannya, Allah menulis pahala sepuluh kebaikan sampai 700 kali, sampai
berkali lipat banyaknya. Barangsiapa berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia
tidak melakukannya, Allah menulis di sisiNya pahala satu kebaikan sempurna
untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia melakukannya, Allah
menulis satu keburukan saja. [HR. Bukhori, no. 6491; Muslim, no. 131]
2. Niat
Dalam Keburukan
Keinginan yang melintas di dalam hati untuk berbuat
keburukan belum ditulis dosa oleh Allah. Namun jika keinginan itu sudah menjadi
tekad dan niat, apalagi sudah diusahakan, walaupun tidak terjadi, maka
pelakunya sudah mendapatkan balasan karenanya. Dalam hal ini Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا
الْتَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ فِي
النَّارِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا الْقَاتِلُ فَمَا بَالُ الْمَقْتُولِ
قَالَ إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ
Jika dua
orang muslim bertemu dengan pedang masing-masing (berkelahi; berperang), maka
pembunuh dan orang yang terbunuh di dalam neraka. Aku (Abu Bakroh) bertanya:
”Wahai Rosululloh, si pembunuh (kami memahami-pent), namun bagaimana dengan
orang yang terbunuh. Beliau menjawab: “Sesungguhnya dia juga sangat ingin
membunuh kawannya itu”. [HR. Bukhori, no. 31, 7083; Muslim, no. 2888; dari
Abu Bakroh]
Di dalam
hadits lain, Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan bahaya niat
buruk di dalam hubungan antar hamba. Beliau bersabda:
أَيُّمَا
رَجُلٍ يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ
اللَّهَ سَارِقًا
Siapa saja
berhutang dengan niat tidak akan membayar hutang kepada pemiliknya, dia akan
bertemu Allah sebagai pencuri. [HR. Ibnu Majah, no. 2410; syaikh
Al-Albani berkata: “Hasan Shohih”]
Kedudukan
niat yang sangat penting juga dapat dilihat dari akibat yang dihasilkannya.
Yaitu bahwa sekedar niat, seseorang sudah mendapatkan pahala atau siksa. Hal ini diberitakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di
dalam hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي
كَبْشَةَ الْأَنَّمَارِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ: عَبْدٍ
رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ
رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ
وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ
النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ
بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ
يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي
فِيهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا
فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا
عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ
فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
Dari Abu
Kabsyah Al-Anmari rodhiyAllahu ‘anhu, bahwa dia mendengar Rasululloh sholAllahu
‘alaihi wassallam bersabda: “Sesungguhnya dunia itu untuk 4 orang: Hamba yang
Allah berikan rizqi kepadanya berupa harta (dari jalan yang halal) dan ilmu
(agama Islam), kemudian dia bertaqwa kepada Robbnya pada rizqi itu (harta dan
ilmu), dia berbuat baik kepada kerabatnya dengan rizqinya, dan dia mengetahui
hak bagi Allah padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling utama
(di sisi Allah). Hamba yang Allah berikan rizqi kepadanya berupa ilmu, namun
Dia tidak memberikan rizqi berupa harta, dia memiliki niat yang baik. Dia
mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti perbuatan
Si Fulan (orang pertama yang melakukan kebaikan itu)”. Maka dia (dibalas)
dengan niatnya (yang baik), pahala keduanya (orang pertama dan kedua) sama. Hamba
yang Allah berikan rizqi kepadanya berupa harta, namun Dia tidak memberikan
rizqi kepadanya berupa ilmu, kemudian dia berbuat sembarangan dengan hartanya
dengan tanpa ilmu. Dia tidak bertaqwa kepada Robbnya padanya, dia tidak berbuat
baik kepada kerabatnya dengan hartanya, dan dia tidak mengetahui hak bagi Allah
padanya. Maka hamba ini berada pada kedudukan yang paling buruk (di sisi
Allah). Hamba yang Allah tidak memberikan rizqi kepadanya berupa harta dan
ilmu, kemudian dia mengatakan: “Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat
seperti perbuatan Si Fulan (dengan orang ketiga yang melakukan keburukan itu)”.
Maka dia (dibalas) dengan niatnya, dosa keduanya sama.
Semua
keterangan ini menunjukkan pentingnya kedudukan niat. Oleh karena itu seorang
muslim yang baik selalu membangun seluruh amalannya di atas niat yang baik,
yaitu ikhlas karena Allah. Demikian juga seorang muslim akan selalu berusaha
beramal berdasarkan Sunnah Nabi, karena hal ini sebagai kelengkapan niat yang
baik. Karena semata-mata niat yang baik tidak bisa merubah kemaksiatan menjadi
ketaatan. Seperti seseorang bershodaqoh dengan uang curian atau korupsi.
F.
Hukum niat dalam ibadah
Hukum niat dalam
setiap ibadah adalah wajib. Allah berfirman :
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدي
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدي
Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya..” (QS
Al-Bayyinah : 5)
Dan makna ikhlas pada ayat diatas ( مخلصين ) adalah niat. Rosulullah -sholallahu
‘alaihi wasallam- bersabda :
إنما الأعمال
بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى
Artinya : “Setiap amalan-amalan (harus) dengan niat. dan
setiap orang mendapatkan (ganjaran) sesuai niatnya.”
G.
Tempat Niat
Tempat
niat adalah didalam hati. jika seseorang berniat wudhu dalam hati kemudian dia
berwudhu maka sah wudhunya walaupun dia tidak melafadzkan niat tersebut. dalam
niat tidak diharuskan mengucapkan dengan lisan, akan tetapi cukup dalam hati.
jika seseorang berniat dalam hati dan mengucapkannya dengan lisan maka lebih
sempurna. karena niat adalah sebuah keikhlasan maka tempatnya adalah dalam
hati.
Sedangkan
dalam Madzhab Malikiyah niat hanya dalam hati, karena Rosulullah -shollahu
‘alaihi wasallam- dan para sahabatnya tidak pernah mengucapkan niat dengan
lisan.
Dalam kitab
Riyadhushshalihin karya Al-Imam, Al-Hafizh, Syaikhul Islam, Mukhyiddin, Abu
Zakariyya, Yahya bin Yusuf bin Muri bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin
Jum’ah bin Hizam An-Nawawi disebutkan:
(1)- وعن أمير المؤمِنين أبي
حَفْصٍ عمرَ بنِ الخطابِ بنِ نُفَيْلِ بنِ عبدِ العُزّى بن رياحِ بنِ عبدِ اللهِ
بن قُرْطِ بن رَزاحِ بنِ عدِي بنِ كعب بنِ لُؤَيِّ بنِ غالبٍ القُرشِيِّ العَدويِّ
- رضي الله عنه - ، قالَ : سَمِعتُ رَسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - ، يقُولُ
: (( إنّمَا الأَعْمَالُ بالنِّيّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امرِىءٍ مَا نَوَى ،
فَمَنْ كَانَتْ هجرته إلى الله ورسوله ، فهجرته إلى الله ورسوله ، ومن كانت
هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصيبُهَا ، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكَحُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلى
مَا هَاجَرَ إِلَيْه )) . مُتَّفَقٌ عَلَى صِحَّتِهِ . رَوَاهُ إمَامَا
الْمُحَدّثِينَ ، أبُو عَبْدِ الله مُحَمَّدُ بْنُ إسْمَاعيلَ بْن إبراهِيمَ بْن
المُغيرَةِ بنِ بَرْدِزْبهْ الجُعْفِيُّ البُخَارِيُّ ، وَأَبُو الحُسَيْنِ
مُسْلمُ بْنُ الحَجَّاجِ بْنِ مُسْلمٍ الْقُشَيريُّ النَّيْسَابُورِيُّ رضي اللهُ
عنهما فِي صحيحيهما اللَّذَيْنِ هما أَصَحُّ الكُتبِ المصنفةِ . ]رياض الصالحين [
__________
(1) - أخرجه : البخاري 1/2 ( 1 ) ، ومسلم 6/48 ( 1907 ) .
“Dari Amirul Mu’minin Abi Hafshin
‘Umar bin Khaththab bin Nufail bin ‘Abdil ‘Uzzi bin Riyah bin ‘Abdillah bin
Qurthi bin Rozah bin ‘Adiy bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Qurosyiyyi
Al-‘Adawi RA. ia berkata, 'Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
'sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya dan bagi setiap orang hanyalah
sesuatu yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul
Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya
kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan
dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia berhijrah.” (Muttafaqun
‘Alaih) [Riyadhushshalihin 1/12]
Sedangkan
dalam Shohih Bukhary di sebutkan dengan redaksi yang sedikit berbeda:
حدثنا الحميدي عبد الله
بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرني محمد بن
إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله
عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ( إنما
الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى
امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه )]صحيح البخارى-كتاب بدء الوحي [
“Al-khumaidi ‘Abdullah bin Zubair
menceritakan kepada kami, dia berkata bahwa Sufyan menceritakan kepada kami,
dia berkata bahwa Yahya bin Sa’id Al-Anshari menceritakan kepada kami, dia
berkata bahwa Muhammad bin Ibrahim At-Taimi telah mengabarkan kepada saya bahwa
dia mendengar dari Alqamah bin Waqash al-Laitsi, ia berkata, "Saya
mendengar Umar ibnul Khaththab r.a. (berpidato) di atas mimbar, 'Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda, 'sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya
dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang diniatkannya. Barangsiapa yang
hijrahnya kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita
yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia
berhijrah."
Dalam kitab Arba’in Nawawi juga
disebutkan:
[ عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن
الخطاب رضي الله تعالى عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله تعالى عليه وعلى آله
وسلم يقول : إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله
فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى
ما هاجر إليه ]
رواه إماما المحدثين :
أبو عبدالله محمد ابن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبه البخاري وأبو
الحسين مسلم ابن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري : في صحيحيهما اللذين هما أصح
الكتب المصنفة (اربعون النووية)
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al
Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya
setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa
yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena
dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah
Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan
Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi dan
kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah
dikarang). [Arba’in Nawawi 1/1]
H.
Motivasi
Niat Dalam Beramal
1.
Riwayat Hadits
عَنْ أَمِيْرِ
الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ
: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ
بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى
مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
)رواه إماما المحدثين
أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو
الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح
الكتب المصنفة(
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu)
dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam
bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap
orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang
berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan
Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau
karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi
tujuannya (niatnya).’”
(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah
Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul
Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua
kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits).
2.
Makna Kata dalam Hadits (mufrodat)
1. أَبِيْ حَفْصٍ
|
:
|
Bermakna
Al-Asad (singa), sedang Abu Hafsh adalah julukan bagi ‘Umar bin Khathab.
|
2. إِنَّمَا
|
:
|
(hanyalah) menunjukkan
makna pengkhususan dan pembatasan yaitu penetapan hukum untuk yang
tersebutkan dan peniadaan hukum tersebut dari selainnya. Lihat Syarh
An-Nawawy (13/54) dan Al-‘Il am karya Ibnu Mulaqqin
(1/168).
|
3. اْلأَعْمَالُ
|
:
|
Yang diinginkan di sini adalah
amalan-amalan yang disyariatkan (ibadah).
|
4. لنِّيَّاتِ ا
|
:
|
Merupakan jama’ dari kata niyat.
Niat secara bahasa adalah maksud dan kehendak
|
5. امْرِئٍ
|
:
|
Artinya adalah manusia, baik laki-laki maupun perempuan
|
6. هِجْرَتُهُ
|
:
|
Secara bahasa artinya meninggalkan sesuatu dan berpindah kepada selainnya.
Adapun secara istilah yaitu meninggalkan negeri kafir menuju negeri Islam
karena takut fitnah dan untuk menegakkan agama. Adapun hijrah dalam hadits ini adalah Hijrah dari
Mekkah ke Madinah.
|
7. إِلَى اللهِ
|
:
|
Maksudnya
adalah menuju keridhaan Allah, baik dalam niat atupun tujuan.
|
8. لِدُنْيَا
يُصِيْبُهَا
|
:
|
Artinya
adalah demi tujuan duniawi yang ingin dicapainya.
|
3.
Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary
no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689 dan 6953, Imam Muslim no. 3530 dan lain-lain
dari jalan Yahya bin Sa’id Al-Anshory dari Muhammad
bin Ibrahim at-Taimy dari ‘Alqomah bin Waqqosh Al-Laitsy
dari ‘Umar ibnul Khoththob radhiallahu ‘anhu.
Dari konteks sanadnya kita bisa melihat
bahwa hadits ini adalah hadits ahad atau lebih tepatnya
ghorib karena tidak ada yang meriwayatkan hadits ini –secara
shohih- dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam kecuali ‘Umar,
tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari ‘Umar kecuali ‘Alqomah, tidak ada
yang meriwayatkan hadits ini darinya kecuali Muhammad bin Ibrahim
dan tidak ada yang meriwayatkan hadits ini darinya kecuali Yahya.
4.
Kedudukan Hadits
Materi hadits pertama ini
merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang
merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin
Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa
perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada
yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai
dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).
5.
Penjelasan (syarah) Hadits
Hadits ini adalah salah satu dalil dari kaidah yang sangat
agung dan bermanfaat yang berbunyi “Al-Umuru bimaqoshidiha” (Setiap
perkara tergantung dengan maksudnya). Berkata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir
As-Sa’diy rahimahullah dalam Manzhumahnya :
اَلنِّيَةُ شَرْطٌ لِسَائِرِ الْعَمَلِ فِيْهَا الصَّلاَحُ وَالْفَسَادُ
لِلْعَمَلِ
“Niat adalah syarat bagi seluruh amalan,
pada niatlah benar atau rusaknya amalan”.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Niat juga
merupakan pancaran hati yang mengalir sesuai pertolongan Allah. Niat adakalanya
mudah dan adakalanya sulit dilakukan. Namun niat biasanya memang mudah
dilakukan oleh orang yang hatinya cenderung pada agama, bukan dunia.
Para ulama
berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
a.
Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat
yang dipakai oleh fuqoha’.
b.
Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah
lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas)
maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai
berikut:
a)
Jika niatnya
salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
b)
Jika
kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan
§ Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
§ Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
c)
Senang untuk
dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.
Hukum niat dalam setiap ibadah
adalah wajib. Allah berfirman :
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدي
Artinya : “Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya..” (QS Al-Bayyinah : 5)
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’i, Moh, Akhlak Rasulullah
SAW, Semarang: CV. Wicaksana, 1989.
Bassam, Abdullah bin Abdurrahman Alu, Syariah
Hadits Pilihan, Bekasi: PT. Darul Falah, 2011.
M.Ali Usman, A. A. Dahlan, M.D. Dahlan, Hadist
Qudsi, Bandung: C.V. Diponegoro, 1984.
Bagai mana dengan niat puasa.
BalasHapusSedangkan yang dinamakan niat itu di dalam hati lalu di barengi oleh perbuatny. Sedangkan puasa ke esok harinya