Senin, 17 Februari 2014

Muru'ah dan Hurriyah

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam pergaulan sehari – hari antara kita sesama Manusia, agar hubungan ini berjalan dengan baik tentu ada aturan yang harus kita jalankan, bagi kita umat Islam tata cara bergaul tersebut telah diatur dalam Alqur’an dan sunnah Rasulllah SAW yang sering kita sebut dengan Sifat terpuji atau akhlak terpuji.
     Akhlak yang baik adalah fondasi agama dan merupakan hasil dari usaha orang-orang bertakwa. Dengan akhlak yang baik, pelakunya akan terangkat ke derajat yang tertinggi. Tidak ada amalan yang lebih berat dalam timbangan seorang muslim dihari kiamat nanti dari pada akhlak yang baik.
Ada banyak sekali akhlak mulia yang dianjurkan oleh Islam. Sedemikian kental warna akhlak mulia ini dalam Islam sampai-sampai Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang baik.” (Hadits shahih, riwayat Ahmad dan al-Hakim, dari Abu Hurairah). Karena macam akhlak mulia yang sangat banyak, maka simpul dan pengikat pun menjadi sangat penting, agar tidak lepas dan tercecer. Salah satu simpul pengikatnya disebut dengan Muru’ah.
Pengarahan yang tepat ialah dengan mengikuti contoh konkret lewat keteladanan Rasulullah saw. Dengan dukungan orang tua dan pendidikan formal, insyaAllah akan memperkuat dasar akidah remaja sehingga dia akan siap terjun dalam pergaulan masyarakat yang lebih luas. Dia biasa menjalankan tanggung jawabnya terhadap diri sendiri dan lingkunganya yang semuanya akan bermuara pada realisasi tanggung jawabnya kepada Allah swt.
Kemuliaan Manusia di antara mahluk Tuhan lainnya terletak pada kebebasan dalam bertindak. Jika malaikat terus beribadah tanpa pernah sela, itu bukan karena malaikat tidak mau untuk tidak beribadah melainkan dia tidak mempunyai kemauan selain kemauan untuk beribadah. Begitu juga setan, tidak dapat melangkah ke dalam dunia baik karena dinding takdir yang telah ditetapkan Allah atasnya buah kesombongan kepada diri sendiri.




B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Muru’ah dan penjelasannya?
2.      Apa yang dimaksud dengan Hurriyah dan penjelasannya?
3.      Apa hubungan Muru’ah dan Hurriyah?
4.      Bagaimana cara menanamkan muru’ah pada peserta didik?
5.      Bagaimana cara menanamkan hurriyah pada peserta didik ?
C.      Tujuan
1.    Dapat mengetahui pengertian muru’ah dan penjelasannya.
2.    Dapat mengetahui pengertian hurriyah dan penjelasannya.
3.                Untuk mengetahui hubungan muru’ah dan hurriyah.
4.                Agar mengetahui cara menanamkan muru’ah pada peserta didik.
5.                Agar mengetahui cara menanamkan hurriyah pada peserta didik.












BAB II
PEMBAHASAN

A.    MURU’AH
1.      Pengertian Muru’ah
Muru’ah adalah kata sifat yang diambil dari kata benda “Mar’u” yang berarti manusia atau orang. Muru’ah pada mulanya berarti sifat yang dimiliki oleh manusia. Sifat tersebutlah yang membedakan manusia dari hewan dan makhluk lain pada umumnya[1]. Istilah ini dipakai dalam agama Islam dalam pengertian mengaplikasikan akhlak yang terpuji dalam segala aspek kehidupan serta menjauhkan akhlak yang tercela sehingga seseorang senantiasa hidup sebagai orang terhormat dan penuh kewibawaan.
  Menurut beberpa tokoh pengertian muru’ah yaitu:
1.         Iman Mawardi
Salah seorang tokoh mazhab Syafi’i menurutnya muru’ah adalah  :
“ Menjaga kepribadian atau akhlak yang paling utama sehingga tidak kelihatan pada diri seseorang sesuatu yang buruk atau hina ”.
2.         Mausu’ah Fiqh al-Qulub
Muru’ah adalah: “Mengerjakan segenap akhlak baik dan menjauhi segenap akhlak buruk. Menerapkan semua hal yang akan menghiasi dan memperindah kepribadian, serta meninggalkan semua yang akan mengotori dan menodainya.” Definisi ini mengisyaratkan bahwa semua akhlak mulia bisa tertampung di dalamnya, sehingga cakupan Muru’ah pun menjadi sangat luas.
3.         Abdullah al-Anshari al-Harawi
Seorang tokoh mazhab Hambali, mengatakan, orang dikatakan memiliki muru’ah apabila akalnya dapat mengendalikan syahwatnya . Dari itu, al-Harawi menyimpulkan bahwa muru’ah ialah “mengaplikasikan akhlak yang terpuji dan menjauhi akhlak yang tercela dan hina”.      


4.         Ibnu Qayim al-Jauziah
Mengatakan bahwa muru’ah berlaku pada perkataan, perbuatan, dan niat setiap orang. Orang yang dapat memelihara perkataan, perbuatan, dan niatnya, sehingga senantiasa berjalan sesuai dengan tuntunan agama, disebut orang yang memiliki muru’ah.
5.      Al-Mawardi
Memandang bahwa sikap muru’ah merupakan perhiasan pribadi seorang Muslim: Menjadi bukti keutamaan budi dan menjadi tanda kemuliaannya. Al-Mawardi melihat ada dua hal yang mendorong terlaksananya sikap muru’ah pada diri seseorang yaitu :
a.       Orang tersebut memiliki ketinggian cita – cita
b.      Orang tersebut memiliki kemuliaan jiwa

2.      Hakikat Muru’ah
Hakikat muru’ah ialah jika engkau membenci dua penyeru yang pertama dan memenuhi penyeru ketiga. Kemanusiaan, keperwiraan dan kejantanan terjadi karena mengingkari dua penyeru yang pertama dan memenuhi penyeru yang ketiga. Sebagian salaf berkata, “Allah menciptakan para malaikat yang mempunyai akal dan tidak mempunyai syahwat, menciptakan hewan yang mempunyai syahwat dan tidak mempunyai akal, dan menciptakan manusia yang di dalam dirinya ada akal dan syahwat. Siapa yang akalnya dapat mengalahkan syahwatnya, maka dia termasuk golongan malaikat, dan siapa yang syahwatnya mengalahkan akalnya, maka dia termasuk golongan binatang.”
Para fuqaha berkata tentang pembatasan muru’ah“Maksudnya adalah pemakaian sesuatu yang membaguskan hamba dan meninggalkan apa yang mengotori dan memperburuk dirinya.”
Ada pula yang mengatakan bahwa muru’ah adalah menerapkan setiap akhlak yang baik dan menjauhi setiap akhlak yang buruk.
Hakikat muru’ah adalah menghindari hal-hal yang rendah dan hina, baik perkataan, perbuatan maupun akhlak. Muru’ah lisan berupa perkataan yang manis, baik, lembut dan yang dapat memudahkan untuk meraih hasil. Muru’ah akhlak ialah kelapangannya dalam menghadapi orang yang dicintai dan dibenci. Muru’ah harta ialah ketepatan penggunaannya untuk hal-hal yang terpuji, baik dalam pandangan akal, tradisi maupun syariat. Muru’ah kedudukan ialah menggunakan kedudukan itu untuk seseorang yang memerlukannya.

3.      Macam-Macam Muru’ah
Muru’ah adalah menghindari hal-hal yang rendah dan hina, baik perkataan, perbuatan maupun akhlak. Muru’ah dibagi dalam empat macam yaitu:
a.       Muru’ah lisan
Muru’ah lisan yaitu berupa perkataan yang manis, baik, lembut dan yang dapat memudahkan untuk meraih hasil.
b.      Muru’ah akhlak
Muru’ah  akhlak ialah kelapangannya dalam menghadapi orang yang dicintai dan dibenci.
c.       Muru’ah harta
Muru’ah harta  ialah ketepatan penggunaannya untuk hal-hal yang terpuji, baik dalam pandangan akal, tradisi maupun syariat.
d.      Muru’ah kedudukan
Muru’ah kedudukan ialah menggunakan kedudukan itu untuk seseorang yang memerlukannya.

4.      Dalil-Dalil Tentang Muru’ah
Islam mengajarkan muru’ah kepada setiap pemeluknya, hal ini terlihat dari dalil-dalil dibawah ini, yaitu:
a.       Surat al-A’raf ayat 33  yang artinya :
Katakanlah, “Tuhanku hanya menharamkan perbuatan keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.”
b.      Surat al-Imran ayat 139 :
“Dan janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) kamu bersedih  hati, padahal kamulah orang – orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang – orang beriman ”.
c.       Surat an-Nazi’at ayat 40 – 41 :
d.      “ Dan adapun orang – orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya . Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”.
e.         Hadits Nabi yang menegaskan hal ini adalah :
       Rasulullah Saw bersabda,“Kemuliaan seseorang ialah (pada) agamanya dan Muru’ah (pada) akalnya dan keluhuran akhlaknya” (HR. Ibnu Hibban, Hakim dan al-Baihaqi).[2]

5.       Derajat-Derajat Muru’ah                                                                                Ada tiga derajat muru’ah, yaitu:
a.       Muru’ah terhadap diri sendiri; yaitu mempertahankan dan melaksanakan akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang rendah dan tercela, kendatipun hanya diketahui oleh diri sendiri sehingga hal demikian menjadi milik pribadinya ketika bergaul dalam masyarakat. Misalnya, orang yang tetap menutup auratnya sekalipun berada ditempat sepi .
b.      Muru’ah terhadap sesama makhluk; yaitu senantiasa berakhlak luhur dan menjauhi akhlak tercela ditengah khalayak ramai, sanggup menahan diri terhadap sesuatu yang tidak disenangi dan dapat memetik mamfaat dari suatu keburukan yang timbul ditengah masyarakat.
c.       Muru’ah terhadap Allah SWT; yaitu merasa malu terhadap Allah SWT sehingga membuat seseorang senantiasa berupaya melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya .
Islam mengajarkan muru’ah kepada setiap pemeluknya, seperti tercermin dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 33 yang artinya :
Katakanlah, “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.”
Demikian pula Allah berfirman dalam surat al-Imran ayat 139 :
“Dan janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang – orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang – orang beriman ”.
Dan di dalam ayat lain, Surat an-Nazi’at ayat 40 – 41 :
Dan adapun orang – orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya . Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).
Adapun Hadits Nabi yang menegaskan hal ini adalah :
Rasulullah Saw bersabda,“Kemuliaan seseorang ialah (pada) agamanya dan Muru’ah (pada) akalnya dan keluhuran akhlaknya” (HR. Ibnu Hibban, Hakim dan al-Baihaqi).
6.      Penerapan  Hak dan Kewajiban Terhadap Sifat Muru’ah
Sikap muru’ah tidak terlepas dari penerapan, pemeliharaan hak dan kewajiban, baik berupa hak Allah Swt (Huquq Allah), hak manusia (Huquq al-‘ibad), maupun hak bersama antara Allah SWT dan manusia (Huquq al-Musytarakah).
a. Hak Allah SWT. Berupa hubungan manusia dengan Allah dalam upaya mengagungkan-Nya dan menegakan syi’ar-Nya, sebagaimana sholat, puasa, haji, zakat, dan amar ma’ruf nahi mungkar ataupun mewujudkan manfaat umum yang dapat dirasakan oleh masyarakat banyak . contoh, penegakan hukum dan pemeliharaan kesejahteraan umum(masyarakat) . Pelaksanaan hak – hak Allah itu merupakan kewajiban bagi manusia .
b. Hak manusia. Berupa pemeliharaan kemaslahatan seseorang, baik dalam bentuk umum . Seperti, memelihara kesehatan, anak, dan harta dan lain – lain . Maupun dalam bentuk khusus seperti memelihara kepentingan pembeli dan penjual (dalam perdagangan), hak ibu dalam mengasuh anak, hak bapak menjadi wali, dsb .
c. Hak bersama antara Allah SWT dan manusia . Berupa hak yang disatu sisi dapat dipandang sebagai hak Allah karena menyangkut manfaat umum, tetapi disisi lain dapat pula dipandang sebagai hak manusia, karena menyangkut pemeliharaan kemaslahatan seseorang (individu). Sebagai contoh : Hak Allah SWT ditempatkan pada hak manusia atau sebaliknya . Seperti, Hak wali memaafkan seseorang dalam hukum qisas (pembunuhan) . Disini sebenarnya, terdapat hak Allah SWT yaitu terpeliharanya masyarakat dari kejahatan. Tetapi disisi lain terdapat pula hak wali (manusia) yaitu memaafkan orang yang membunuh orang yang berada dibawah perwaliannya . Dalam hal ini, ulama fiqih menetapkan bahwa hak manusia lebih dominan daripada hak Allah didalam kasus tersebut. untuk itu seorang wali diberi hak untuk memaafkan orang yang membunuh orang yang berada dibawah perwaliannya. Memelihara hak – hak tersebut sesuai dengan posisinya merupakan kewajiban setiap muslim untuk menegakannya dimanapun ia berada .[3]
7.       Pilar-pilar Muru’ah
Muru’ah itu mempunyai empat pilar, yaitu berakhlak baik, dermawan, rendah hati, dan tekun beribadah.” (Sunan al-Baihaqi, no. 21333).                                   Bila kita renungkan, ternyata keempat pilar tersebut menopang banyak sekali akhlak-akhlak mulia yang lain, sekaligus menyingkirkan akhlak-akhlak buruk.
a.       Pertama-tama, jelas kunci Muru’ah adalah memiliki tindak-tanduk dan kebiasaan yang baik. Tanpanya seseorang tidak pantas menyandang sifat muru’ah, sebab seluruh bagian yang lain akan kehilangan induk. Sebab, kebaikan dan keburukan itu selalu menarik akhlak sejenisnya  untuk datang, sebagaimana dikatakan ‘Urwah bin az-Zubair (ulama’ Tabi’in), “Bila engkau melihat seseorang melakukan kebaikan, ketahuilah bahwa kebaikan itu memiliki saudara-saudara pada diri orang tersebut. Bila engkau melihat seseorang melakukan keburukan, ketahuilah bahwa keburukan itu mempunyai saudara-saudara pada diri orang tersebut. Karena sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan saudaranya, dan demikian pula keburukan itu menunjukkan saudaranya." (Riwayat Abu Nu’aim dalam al-Hilyah).
b.      Pilar kedua, yaitu kedermawanan, sesungguhnya merupakan refleksi dari itsar (mengutamakan orang lain), futuwwah (murah hati), tidak cinta dunia, saling menolong dalam kebajikan dan takwa, mendatangkan kegembiraan kepada sesama, dsb. Menurut al-Qur’an, manusia sebenarnya cenderung enggan melepaskan haknya kepada orang lain, pelit, dan lebih senang jika diberi. Allah berfirman, “Dan manusia itu menurut tabiatnya adalah kikir.” (QS. An-Nisa': 128).
Maka, kedermawanan adalah tindakan melawan nafsu-nafsu serakah, egois, cinta dunia, dsb. Allah menyanjung orang-orang yang bisa melawan kecenderungan negatif tersebut dalam QS. Al-Hasyr: 9, ketika mengisahkan kedermawanan kaum Anshar kepada kaum Muhajirin. Senada dengan ini Allah berfirman pula dalam QS. at-Taghabun: 16.
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْراً لِّأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah serta taatlah, dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk (kemanfaatan) dirimu (di dunia dan akhirat). Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
c.          Untuk pilar muru’ah yang ketiga, yaitu rendah hati (tawadhu’), kita bisa memahami betapa hebatnya akhlak ini dengan merenungkan kisah Adam, Malaikat, dan Iblis sebagaimana disitir al-Qur’an.
Sungguh, kesombonganlah yang membuat Iblis menolak bersujud kepada Adam. Ia merasa lebih baik dan lebih mulia, sehingga tidak mau menghormati Adam. Allah pun murka kepada Iblis, melaknatnya, dan mengusirnya dari surga. Sebaliknya, dengan rendah hati para malaikat serta-merta bersujud. Qatadah berkata, “Iblis iri kepada Adam atas kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Dia berkata: ‘Aku tercipta dari api, sedangkan dia ini dari tanah.’ Maka, awal mula dosa-dosa adalah kesombongan. Musuh Allah itu merasa dirinya lebih hebat sehingga tidak mau bersujud kepada Adam.” (Riwayat as-Suyuthi dalam Tafsir ad-Durrul Mantsur, pada QS. al-Baqarah: 34).
Dengan kata lain, ketawadhu’an akan menyemai amal-amal shalih, sebagaimana kesombongan pasti membuahkan aneka dosa dan maksiat. Di balik ketawadhu’an seseorang, ketika sikapnya ini benar-benar tulus dan bukan topeng palsu, sebenarnya bersemayam banyak akhlak dan adab yang lain, seperti muhasabah (introspeksi diri), gemar berlomba dalam kebaikan, tidak mencari-cari aib orang lain, menghormati orang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, dsb.
d.      Pilar terakhir Muru’ah adalah tekun beribadah. Bagian ini menyiratkan dua hal sekaligus.
Pertama, tidak ada keshalihan hakiki yang tidak disertai dengan kedekatan kepada Allah, apalagi yang tanpa iman. Walaupun seseorang telah menyempurnakan 3 pilar muru’ah yang lain, jika dia malas beribadah, maka kebaikan-kebaikannya rawan tercemari oleh motif-motif yang salah, sehingga sia-sia. Dengan ibadahlah maka hati seseorang akan lebih terjaga.
Kedua, ibadah akan mewariskan keteguhan hati dan kesabaran, sehingga mendatangkan istiqamah. Dengan istiqamah diatas kebaikan, maka kehormatan seseorang terjaga, dan inilah puncak muru’ah.[4]

B.     HURRIYAH
1.      Pengertian Hurriyah
Huriyyah adalah konsep yang memandang semua manusia pada hakekatnya hanya hamba Allah saja, sama sekali bukan hamba sesama manusia. Berakar dari konsep ini, maka manusia dalam pandangan Islam mempunyai kemerdekaan dalam memilih profesi, dalam memilih wilayah hidup, bahkan dalam menentukan pilihan agama pun tidak dapat dipaksa, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 256 :
Artinya : "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Q.S. Al Baqarah: 256)

Dalam surat Yunus ayat 99 y ang berbunyi:
Artinya: "Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi or ang-orang yang beriman semuanya?" (Q.S. Yunus : 99)

Apalagi dalam masalah pengelompokan politik dan organisasi sosial. Boleh saja orang yang dianjurkan mengikuti suatu kelompok sosial maupun kelompok keagamaan, namun tidak dengan paksaan, sebab pada hahekatnya hak untuk memaksa adalah hanya wewenang Tuhan. Dalam hal perbudakan, konsep ini secara perlahan dan bertahap sudah diterapkan dalam hukum Islam, dalam hal anjuran untuk memerdekakan budak (hamba sahaya). Terbukti dengan banyak sekali kafarat (tebusan dosa) yang pilihan pertamanya wajib memerdekakan hamba sahaya yang muslim seperti kafaratnya berhubungan suami-isteri pada siang hari bulan Ramadhan, kafarat dzihar (menyamakan isteri dengan ibu atau mahram lainnya dengan maksud haram untuk digauli).   Padahal waktu itu perbudakan masih merupakan kondisi alami yang masih mendunia. Kalaupun Islam mengharamkan perbudakan secara spontan dan tegas akan mengakibatkan kacaunya sistem kehidupan dan ekonomi yang masih sangat bergantung pada perbudakan, disamping pemberlakuan hukum Islam secara spontan dan tegas bertentangan dengan prinsip syariat Islam yang tadarruj (bertahap) seperti tahapan pengharaman khomer (minuman keras) dengan tiga tahapan yang direkam dalam al-Qur'an-dalam berdakwah dan pemberlakuan sebuah hukum yang bertujuan untuk merubah kebiasaan buruk suatu kelompok yang sudah mengakar dan membudaya. Berbeda dengan hukum yang tidak bertujuan merubah kebiasaan buruk, maka pemberlakuannya secara spontan dan tegas, seperti: sholat, puasa, zakat dan lain-lain. Dari konsep di atas lahir beberapa kaidah fiqhiyyah seperti Al-Ashl Baroah Al-Dzimmah yaitu  pada dasarnya manusia adalah bebas, tidak mempunyai tanggung jawab terhadap hak-hak orang lain. Adanya beban tanggung jawab adalah karena adanya hak-hak yang telah dimiliki atau perbuatan-perbuatan yang telah dia lakukan. Misalnya seorang terdakwa menolak sumpah, tidak bisa dikenai hukuman, sebab menurut hukum yang asal ia bebas dari tanggung jawab justru pendakwa yang harus angkat sumpah.  Contoh lain seorang anak kecil yang baru lahir, dia tidak mempunyai beban syara' sedikitpun, dia bebas untuk melakukan sesuatu sampai dia baligh, dan baligh inilah merupakan batasan dari seorang bayi untuk memperolaeh kewajiban yang bersifat syar'i, namun sebelum baligh seseorang bebas untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya. Apabila dia masih belum cukup umur atau dipandang tidak kuat dalam menjalankan hukum syar'i, maka ia tetap bebas dari tanggungan hukum syar'i, sebagaimana firman Allah:
 ﮭﻌﺳو ﻻإ ﺎﺴﻔﻧ ﷲ ﻒﻠ ﻜﯾ ﻻ ﺎ

Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

2.      Hakikat Hurriyah
Islam sangat menghormati dan memuliakan manusia dengan memberikan kebebasan sepenuhnya untuk memilih, dalam semua aspek kehidupan tanpa terkecuali. Islam mengharamkan pemaksaan seseorang untuk mengikuti ajarannya, meskipun yang disampaikannya adalah kebenaran yang tidak diragukan. Karena pemaksaan merupakan pelanggaran atas kemerdekaan manusia dan kehormatannya, disamping tidak ada gunanya orang mengikuti dengan paksaan.
Ada banyak firman Allah s.w.t. tentang kemerdekaan atau kebebasan seorang manusia dalam menjalani kehidupan ini. Mereka diberikan pilihan sepenuhnya untuk memilih, jalan manakah yang akan mereka tempuh; baik atau buruk, benar atau salah. Di antaranya adalah firman Allah s.w.t. yang artinya: “Bebuatlah kamu, maka Allah, Rasul-Nya, dan Orang-orang    beriman akan melihat perbuatanmu.” (QS. At Taubah [9]: 105).
 “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (untuk memilihnya). Tetapi Dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.” (QS. Al-Balad [90]: 10-11).
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al Baqarah [2]: 256).
Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir.” (QS. Al Kahfi [18]: 29).
  Selain itu, setiap orang dipersilahkan untuk menjalankan syariat agamanya. Kewajiban seorang muslim hanyalah menyampaikan kebenaran dengan cara yang arif dan bijkasana. Allah s.w.t. berfirman, “Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.” (QS. Al-Kaafiruun [109]: 6).
Nabi Muhammad s.a.w. bahkan dinasehati Allah s.w.t. untuk tidak memaksa orang kafir beriman, “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?.” (QS. Yunus [10]: 99)
Hakikat kemerdekaan dalam Islam adalah terbebasnya manusia dari segala bentuk ketergantungan dan belenggu kepada selain Allah s.w.t. Nilai-nilai seperti ini dalam Islam dikenal dengan istilah kemurnian tauhid. Ketika hakikat kemerdekaan adalah tauhid, maka untuk menilai sejauh mana seseorang, masyarakat atau suatu negara telah merdeka, harus dilihat dari sejauh mana mereka masih diperbudak oleh aturan, norma, adat istiadat yang bukan dari Allah, tetapi dari bangsa asing, pemimpin diktator, atau oleh hawa nafsu mereka sendiri.
Dalam kerangka inilah Umar bin Khattab mengingatkan gubernurnya di Mesir, Amru bin Ash, ketika puteranya memukul seorang kristen koptik, “Sejak kapan kalian memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu mereka dalam keadaan merdeka.” Kabarnya, Jean Jacques Rousseau pun mengutip kata-kata ini.
Ali bin Abi Thalib pun berwasiat kepada anaknya dengan wasiat emas, “Janganlah engkau menjadi hamba orang lain, karena Allah telah menjadikanmu merdeka.”
Arti kemerdekaan semacam ini adalah penghambaan hanya kepada Allah. Karena insan muslim tidak menjadi hamba kecuali hanya kepada Allah s.w.t. Ketika manusia mengerti hakikat ini maka ia benar-benar merdeka, karena penghambaannya kepada Allah membebaskan dirinya dari penghambaan kepada selain-Nya.
Tidak ada yang lebih membunuh kemerdekaan daripada menjadikan sebagian manusia sebagai tuhan bagi sebagian yang lain, dalam kondisi seperti ini manusia tidak bisa mengembalikan kemerdekaannya dan kehormatannya, kecuali jika mereka menghancurkan tuhan-tuhan palsu itu, terutama dalam diri orang-orang yang dianggap tuhan, padahal ia adalah manusia seperti mereka, tidak bisa memberikan manfaat atau bahaya kepada dirinya, tidak juga menghidupkan, mematikan dan membangkitkan.
Kemerdekaan pada hakikatnya, bukanlah semata-mata membebaskan diri dari belenggu penjajahan pihak lain. Tetapi lebih dari itu, kemerdekaan yang hakiki adalah kemampuan untuk membebaskan diri dari belenggu hawa nafsu.
Manusia yang merdeka adalah manusia yang mampu memerdekakan dirinya dari berbagai penghambaan selain kepada Tuhannya. Seorang pejabat atau pemimpin yang merdeka adalah pejabat/ pemimpin yang mampu membebaskan dirinya dari ambisi-ambisi pribadi (dan keluarganya), dan hanya memikirkan kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya. Dia memandang jabatan itu sebagai amanat yang harus dipertangungjawabkan. Seorang cendekiawan yang merdeka adalah yang selalu menyuarakan kebenaran dan keberpihakan kepada masyarakat banyak. Ia tidak akan melakukan upaya pembodohan kepada masyarakat, apalagi dengan menggunakan dalil-dalil dan alasan-alasan yang sengaja didistorsikan atau disalahtafsirkan.
Seorang penegak hukum (hakim, jaksa, polisi maupun pengacara) yang merdeka adalah orang yang memiliki komitmen kuat untuk menjadikan hukum yang benar sebagai panglima. Asas keadilan dan obyektivitas akan benar-benar dijunjungnya. Ia tidak akan berani mempermainkan hukum hanya karena iming-iming jabatan atau materi. Hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.
Seorang pegawai yang merdeka adalah orang yang berusaha mengoptimalkan potensi dirinya untuk meraih prestasi kerja yang baik dan bermanfaat, dengan landasan keikhlasan. Rakyat dan bangsa yang merdeka adalah rakyat yang kritis dan bertanggungjawab terhadap keselamatan dan kemaslahatan bangsanya. Rakyat yang merdeka tidak mudah diprovokasi oleh unsur-unsur yang tidak bertanggungjawab yang bermaksud menjadikan mereka sebagai obyek perasan dan kuda tunggangan.
Seorang muslim harus berlepas diri dari penghambaan kepada selain Allah. Tidak cukup hanya sekedar ucapan bahwa tidak ada tuhan selain Allah s.w.t. Di sinilah sebenarnya, inti kemerdekaan seorang muslim. Dalam kerangka ini, Ibnu Rajab berkata, “Sesungguhnya hati yang memahami lâ ilâha illallâh, lalu membenarkannya dengan penuh keikhlasan, maka akan tertanam kuat sikap penghambaan hanya kepada Allah dengan penuh penghormatan, rasa takut, cinta, pengharapan, pengagungan dan tawakkal, yang semua itu memenuhi ruang hatinya dan disingkirkannya penghambaan kepada selain Allah dari para makhluk-Nya. Jika semua itu terwujud maka tidak akan ada lagi rasa cinta, keinginan dan permintaan selain apa yang dikehendaki Allah, serta apa yang dicintai-Nya dan dituntut-Nya. Demikian juga akan tersingkir dari hatinya semua keinginan nafsu syahwat dan bisikan-bisikan syaitan, maka siapa yang mencintai sesuatu atau mentaatinya atau mecintai dan membenci karena sesuatu itu maka dia adalah tuhannya, dan siapa yang mencintai dan membenci semata-mata karena Allah, ta’at dan memusuhi karena Allah, maka Allah baginya adalah tuhan yang sebenarnya. Siapa yang mencintai karena hawa nafsunya dan membenci juga karenanya, atau ta’at dan memusuhi karena hawa nafsunya, maka hawa nafsu baginya adalah tuhannya, sebagaimana firman Allah s.w.t, “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”, (QS. Al Furqaan [25]: 43)
Sesungguhnya Islam lahir membawa misi kemerdekaan dan kebebasan, serta ingin mengantarkan segenap manusia kembali kepada fitrah mereka yang suci. Misi kemerdekaan dan kebebasan yang diperjuangkan oleh Islam merupakan inti dari ideologi yang benar yaitu tahrîrul ‘ibad min ibâdatil ibâd ilâ ibâdati rabbil ibâd (membebaskan manusia dari penghambaan dan ketergantungan kepada sesama manusia menuju penghambaan kepada Tuhan sang pencipta). Allah menyebutkan didalam Al-Qur'an, “Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Allah-lah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 1-2)[5]

3.      Macam-macam Hurriyah
Menurut M.Tholhah Hasan, kurang lebih ada enam macam konsep kemerdekaan dalam  Islam, yaitu:
a.       Kemerdekaan beragama
Al-Qur'an  menegaskan  bahwa  tidak  boleh  ada  pemaksaan  dalam  beragama. Nabi  SAW.  Memperlakukan  golongan  dzimmi  dengan  menghormati  keyakinannya. Sebagaimana sabda  beliau:  "Bebaskan  mereka  bersama kepercayaannya,  hak  mereka sesuai dengan agamanya, dan kewajiban  mereka  sesuai dengan agamanya demikian pula kita  (mukmin)".  Nabi  juga  menyuruh  para  sahabat  berdiri  menghormati  jenazah  Yahudi yang  sedang  lewat,  dan  waktu  ada  sahabat  yang  menyangkalnya,  maka  beliau  menjawab: "Apapun agamanya, dia adalah manusia". Dalam  suatu  keluarga,  sebagaimana  dalam  keluarga  Jamal  Mirdad  dengan Lidya  Kandau  yang  memiliki  keyakinan  yang  berbeda.  Dalam  keluaraga  yang  mereka bina,  tercermin  bahwa  mereka  memiliki  komitmen  tidak  akan  pernah  mempermasalahkan perbedaan  keyakinan  dalam  kehidupan  berkeluarga, artinya  mereka  memberikan kebebasan untuk memeluk agama. Hal  ini  terbukti dengan  perkawinan  mereka  yang  langgeng  dan  tetapnya keyakinan  mereka  yaitu  Jamal  Mirdad  masih  memeluk  agama  Islam  dan  Lidya  Kandau masih  beragama  Kristen.  Dalam  Islam  sudah  dijelaskan  bahwa  posisi  seorang  laki-laki lebih  tinggi dibandingkan oleh seorang perempuan,  hal  ini  sesuai dengan  ayat Al-Qur’an: 
              ﻮﻗ  ل ﺎﺟﺮﻟا ا ﺎﺴﻨﻟا ﻰﻠﻋ نﻮﻣ ﻞﯿﻟﺪﻟا لﺪﯾ ﻰﺘﺣ ﺔﺣﺎﺑﻹا  ءﺎﯿﺷﻷا ﻰﻓ ﻞﺻﻷا ﮫﻤﯾﺮﺤﺗ ﻰﻠ
Artinya: Sesungguhnya seorang laki-laki adalah seorang pemimpin atas perempuan.
Dalam  hal  ini  sesungguhnya  Jamal  Mirdad  sebagai  laki-laki  berhak  untuk memimpin  keluarganya,  baik  dari  segi  ekonomi  maupun  dari  segi  agama.  Namun  hal  ini tidak  dilakukannya  karena  dia  lebih  memprioritaskan  toleransi  antara  umat  beragama, terbukti  dengan  perbedaan  keyakinan  diantara  suami  dan  istri,  demikian  pula  dia  juga memberikan kebabasan kepada putra putrinya untuk memeluk agama  yang diyakininya
b.      Kemerdekaan dalam berumah tangga
Islam  memberikan  hak  penuh  kepada  semua  orang  untuk  kehidupan  rumah tangganya.  Jangan  sampai  kebebasan  itu  diganggu  orang  lain.  Al-Qur'an memerintahkan, setiap  orang  yang  mau  masuk  rumah  orang  lain,  harus  meminta  izin  terlebih  dahulu. Sebagaimana  sabda  Nabi:  "Siapa  yang  melihat-lihat  ke  dalam  rumah  orang  lain  tanpa minta  izin,  kemudian  yang  mempunyai  rumah  marah  dan  melukai  matanya,  maka  dia tidak dikenakan diyat  (hukuman ganti rugi)". Mengenai  rumah  tangga  terdapat  prinsip-prinsip  Islam  dalam  membina keluarga.
Prinsip-prinsip  Islam  dalam  membina  keluarga  tergambar  dalam  beberapa Firman  Allah.  Oleh  karena  perkawinan  adalah  satu  sunnah  dari  beberapa  sunnah  yang bersifat  natural  yang  perlu  untuk  kekalnya  jenis  manusia,  maka  Allah  menciptakan  baik laki-laki  maupun  perempuan  yang  masing-masing  ingin  berkumpul  dan  berdekatan  satu sama lain.
c.       Kemerdekaan melindungi diri
Islam  meenetapkan,   bahwa  setiap  orang  mempuny ai  hak  dan  kebebasan melindungi  diri  dari  ancaman,  termasuk  juga  melindungi  keluarga  dan  hartanya. Sebagaimana  Nabi  bersabda:  "Barang  siapa  terbunuh  karena  mempertahankan harta miliknya,  dia  mati  syahid".
Dalam  hadits  lain  dinyatakan:  "Punggung  (jiwa)  setiap mukmin dilindungi hukum, kecuali dalam kasus had dan hukuman".
d.      Kemerdekaan berfikir dan berbicara
Mu'adz  bin  Jabal  diberi  hak  menggunakan  pikirannya  dalam  mengatur tugasnya,  asal  tidak  bertentangan  dengan  nash  al-Qur'an  dan  Sunnah. Nabi  memberikan kesempatan  kepada  seseorang  yang  menagih  hutangnya  kepada  Nabi,  dengan kata-kata yang agak keras, meskipun sahabat-sahabatnya menegurnya,  sebagimana beliau bersabda : "Biarkan itu adalah haknya".
e.       Hak memperoleh pekerjaan dan kebebasan memilki hasil kerjanya
Firman  Allah  dalam  al-Qur'an  yang  artinya:  "Aktiflah  dalam  kegiatan  dimana saja di atas bumi,  dan carilah  rizki Tuhan  (fadlollah)". Yang mana pada  intinya manusia mempunyai  kebebasan  untuk  memenuhi  kebutuhan  hidupnya  dari  apa-apa  yang  ada  di bumi. Hal tersebut juga pernah dilakukan oleh Nabi dengan pernah mencarikan kapak dan tali untuk seorang  yang inigin bekerja mencari kayu bakar.
f.       Kemerdekaan berpolitik
Prinsip  Islam  menetapkan  bahwa  Kepala  Negara  adalah  dipilih  melalui  baiat para  ahlul  halli  wal  aqdi.  Dan  rakyat  memperoleh  hak  mengemukakan pendapat  yang dirasa  benar.   Sebagaimana  sebuah  hadits  yang  artinya: "Katakan  yang  benar,  meskipun dihadapan  penguasa  yang  zalim"  dan  "Urusan mereka  dimusyawarahkan  antara mereka".

4.   Dalil-Dalil Tentang Hurriyah
Konsep  kebebasan  atau  kemerdekaan  (al-hurriyah)  adalah  konsep  yang memandang  semua  manusia  pada  hakekatnya  hanya  hamba  Tuhan  saja,   sama sekali  bukan hamba  sesama  manusia.   Berakar  dari  konsep  ini,  maka  manusia  dalam  pandangan  islam mempunyai  kemerdekaan  dalam  memilih  profesi,  dalam memilih  wilayah  hidup,   bahkan dalam  menentukan  pilihan  agama  pun  tidak  dapat  dipaksa,   sebagaimana  firman  Allah  dalam Al-quran, yaitu:
a.       surat Al Baqarah ay at 256:
Artinya  :  "Tidak  ada  paksaan  untuk  (memasuki)  agama  (Islam); Sesungguhnya  telah  jelas jalan  yang  benar  daripada  jalan  yang  sesat. Karena  itu  barangsiapa  yang  ingkar kepada  Thaghut dan  beriman  kepada Allah,  Maka  sesungguhnya  ia  telah berpegang  kepada  buhul  tali  yang amat  kuat  yang  tidak  akan  putus.  Dan  Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

b.      Surat Yunus ayat 99 y ang berbunyi:
Artinya:  "Dan  jikalau  Tuhanmu  menghendaki,  tentulah  beriman  semua  orang  yang  di  muka bumi  seluruhnya.  Maka  apakah  kamu  (hendak)  memaksa  manusia  supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman  semuanya?”.
Apalagi  dalam  masalah  pengelompokan  politik  dan  organisasi  sosial.   Boleh  saja orang  yang  dianjurkan  mengikuti  suatu  kelompok  sosial  maupun  kelompok keagamaan, namun  tidak  dengan  paksaan,  sebab  pada  hahekatnya  hak  untuk memaksa  adalah  hanya wewenang Tuhan.[6]
Dalam  hal  perbudakan,  konsep  ini  secara  perlahan  dan  bertahap  sudah  diterapkan dalam hukum  Islam, dalam hal anjuran untuk memerdekakan budak (hamba sahaya).  Terbukti dengan  banyak  sekali  kafarat  (tebusan  dosa)  yang  pilihan  pertamanya  wajib  memerdekakan hamba sahaya yang muslim seperti kafaratnya berhubungan suami-isteri pada  siang hari bulan Ramadhan, kafarat dzihar (menyamakan  isteri  dengan  ibu  atau  mahram  lainnya  dengan maksud  haram  untuk  digauli).  Padahal  waktu  itu perbudakan  masih  merupakan  kondisi  alami yang  masih  mendunia.  Kalaupun  Islam  mengharamkan  perbudakan  secara  spontan  dan  tegas akan  mengakibatkan  kacaunya  sistem  kehidupan  dan  ekonomi  yang  masih  sangat  bergantung pada  perbudakan,  disamping  pemberlakuan  hukum  Islam  secara  spontan  dan  tegas bertentangan  dengan  prinsip  syariat  Islam  yang  tadarruj  (bertahap) seperti  tahapan pengharaman  khomer  (minuman  keras)  dengan  tiga  tahapan  yang  direkam  dalam  al-Qur'an-dalam  berdakwah  dan pemberlakuan  sebuah hukum  yang  bertujuan untuk  merubah kebiasaan buruk  suatu  kelompok  yang  sudah  mengakar  dan  membudaya.  Berbeda  dengan  hukum  yang tidak  bertujuan  merubah  kebiasaan  buruk,  maka  pemberlakuannya  secara  spontan  dan  tegas, seperti: sholat, puasa, zakat dan lain-lain.



Dari konsep di atas lahir beberapa kaidah  fiqhiyyah seperti:
1.             Al-Ashl Baroah Al-Dzimmah
Pada  dasarnya  manusia  adalah  bebas,  tidak  mempunyai  tanggung  jawab terhadap  hak-hak  orang  lain.  Adanya  beban  tanggung  jawab  adalah  karena  adanya hak-hak  yang  telah  dimiliki  atau  perbuatan-perbuatan  y ang  telah  dia  lakukan. Misalnya seorang  terdakwa  menolak  sumpah,  tidak  bisa  dikenai  hukuman,  sebab  menurut  hokum yang  asal  ia  bebas  dari  tanggung  jawab  justru  pendakwa  yang  harus  angkat  sumpah. Contoh  lain  seorang  anak  kecil  yang  baru  lahir,   dia  tidak  mempunyai  beban  syara' sedikitpun,  dia  bebas  untuk  melakukan  sesuatu  sampai  dia  baligh,  dan  baligh  inilah merupakan  batasan  dari  seorang  bayi  untuk  memperolaeh  kewajiban  y ang  bersifat  syar'i, namun  sebelum  baligh  seseorang  bebas  untuk  melakukan  sesuatu  sesuai  dengan keinginannya. Apabila  dia  masih  belum  cukup  umur  atau  dipandang  tidak  kuat  dalam menjalankan  hukum  syar'i,  maka  ia  tetap  bebas  dari  tanggungan  hukum  syar'i, sebagaimana firman Allah:
      ﮭﻌﺳو ﻻإ ﺎﺴﻔﻧ ﷲ ﻒﻠ ﻜﯾ ﻻ ﺎ
Artinya: Allah tidak  membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
2.             Al-Ashl Fi Al-Syaei Al-Adam
Pada  prinsipnya  segala  sesuatu  itu  tidak  ada  hukumnya. Adapun  kewajiban ibadah  dalam  hukum  Islam  seperti  sholat,   puasa,  zakat  dan  sebagainya  tidak  dapat diartikan  sebagai  pengebirian  atau  pemerkosaan  terhadap  konsep  dasar kebebasan  dan kemerdekaan  manusia.  Karena  pada  kahekatnya  semua  ibadah  mulai  dari  yang  wajib dijauhi  (haram)  itu  merupakan  kebutuhan  yang  esensial  bagi  manusia  itu  sendiri,  sebab ibadah-ibadah  itu  akan  banyak  memberikan  hikmah  dan  manfaatnya.  Bahkan  kalau  kita cermati  dengan  teliti  dan  seksama  hal-hal  yang  diharamkan  dalam  al-Qur'an  dan  Hadits (yang  disarikan  dan  dikembangkan  dalam  kitab-kitab  fiqh  para  ulama)  itu  sangatlah sedikit  bila  dibandingkan  dengan  yang  dibolehkan  (tidak  haram).  Begitu  juga  yang diwajibkan  seperti  sholat  misalnya,   hanya  lima  waktu  dalam  24  jam,  bila sekali  sholat menghabiskan  waktu  sepuluh  menit,   maka  dalam  24  jam  hanya  membutuhkan  waktu  50 menit  atau  satu  jam  saja.  Maka  jelaslah  bahwa  Islam  banyak  memberikan  kebebasan  bagi manusia  untuk  beraktivitas  dan  berkreasi  selama  tidak  bertentang  dengan  syariat  Islam.

5.      Konsep Hurriyah dalam Islam
Islam terlahir dalam lingkungan pluralisme agama. Dimana pada saat itu tidak hanya Yahudi ataupun Nasrani saja, akan tetapi berbagai macam aliran telah berkembang dan mengakar kuat dalam hati masyarakat Qurasy saat itu. Syariat Islam telah menetapkan kebebasan melaksanakan ajaran-ajaran pelbagai agama ( baik Islam atau bukan). Hal ini bertujuan agar kebebasan ini tidak mengakibatkan kekufuran bagi umat Islam dan kesesatan yang bersifat menentang simbol-simbol ke-Islaman. Rekaman realita kebebasan beragama sepanjang sejarah Oslam bisa dilihat dalam piagam Madinah. Rasulullah Saw telah menetapkan kebebasan orang Yahudi dengan ketiga golongannya di Madinah untuk melaksanakan simbol-simbol keagamaan mereka. Dalam piagam itu disebutkan :”Orang Yahudi dari bani ‘Auf merupakan satu umat bersama orang mukmin. Bagi orang Yahudi adalah agama mereka bagi orang Islam adalah agama mereka, kecuali orang yang dzalim dan berdosa. Sesungguhnya ia tidak dirusakkan atau dibinasakan kecuali oleh dirinya sendiri dan keluargannya” sahabat Umar Ra dalam suratnya yang dikirim kepada penduduk Baitul Maqdis mengatakan :”Ini adalah apa yang diberikan Umar kepada penduduk Eliya (Quds) yakni keamanan. Mereka diberi keamanan terhadap diri, gereja dan juga agama mereka serta salah satu mereka tidak akan disakiti.
Islam tidak bertentangan dan Hak Asasi Manusia, justru sangat menghormati hak dan kebebasan manusia. Jika prinsip-prinsip dalam al-Qur’an disarikan maka terdapat banyak poin yang sangat mendukung prinsip universal hak asasi manusia. Prinsip-prinsip itu telah dituangkan dalam berbagai pertemuan umat Islam. Yang pertama adalah Universal Islamic Declaration of Right, diadakan oleh sekelompok cendekiawan dan pemimpin Islam dalam sebuah Konferensi di London tahun 1981 yang diikrarkan secara resmi oleh UNISCO di Paris.
       Dalam fiqih islam ditetapkan, masing-masing individu hidup dengan mengantongi hak dan kewajiban. Hak-hak tersebut bebas dilakukan, selama tiada mengganggu individu yang lainnya. Dalam kaidah fiqh disebutkan La dharara wala dharar(tidak merugikan dan dirugikan). Maka dari itu islam syari’ah memberikan batasan bagi setiap individu dalam mamakai haknya, salah satunya adalah kebebasan tersebut. Dari hokum atau tatanan syari’ah ini maka lahirla kemudian di dalam islam suatu hokum yang mwngatur hubungan antar manusia, muamalah, hokum jinayat dll.
Terkadang orang memaknai kata kebebasan secara metafisik,yaitu kebebasan yang bertumpu pada keyakinan bahwa tuhan adalah zat yang tak terbatas, dengan kata lain kebebasan mutlak. Sikap islam terhadap pemahaman ini, adalah hadir sebagai penolong agar manusia tidak terjerumus arus kemerdekaan bebas tanpa batas. Makan dari kemerdekaan ini, tisak menghalangi islam untuk meyakini bahwa manusia memiliki kemerdekaan untuk hidup bermartabat di dunia dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
Islam mengatur berbagai macam kebebasan. Kebebasan memilih merupakan salah satu keistmewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain. Islam memandang bahwa pemaksaan berakibat pada munculnya sikap antipati, rasa takut, naluri mempertahankan diri, amarah dan kebencian, egoisme, dan upaya-upaya penyelamatan diri yang terkadang berbarengan dengan agresifitas dan sikap konfrontatif. Pada saat-saat seperti ini, sebagaimana ditunjukkan oleh riset-riset tentang otak, maka seseorang telah dibajak secara emosional dan intelektual sehingga bagian otak berpikirnya sulit berfungsi dengan baik. Oleh karena itulah, dalam al-Qur’an disebutkan Tidak ada pemaksaan dalam beragama.
Kebebasan dalam Islam ialah kebebasan yang berasaskan pada Tuhan sebagai poros dan tolok ukur, bukan manusia (humanisme). Allah swt bersabda: “Wahai manusia kamulah yang memerlukan (Faqir) terhadap Allah, dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan kepada selain-Nya) lagi Maha Terpuji.
Dalam Islam hak dan kebebasan dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.  Keamanan, kehormatan tempat kebebasan individu, mencakup di dalamnya  hak mendapatkan jaminan
  2. Tinggal, bebas melakukan perjalanan, jaminan mengenai rahasia surat-  menyurat dan lain sebagainya.
  3. Kebebasan berpolitik, mencakup di dalamnya kebebasan mengeluarkan  pendapat, kebebasan beragama dan melakukan syiar agama, kebebasan pers, berkumpul, memberikan kritikan terhadap kebijakan pemerintah dan bebas untuk ikut andil dalam kancah politik sesuai dengan prinsip syura.
 4.  Hak mendapatkan kebebasan ekonomi dan sosial. Bagian pertama mencakup      hak milik, dan yang kedua mencakup hak mendapatkan pekerjaan, jaminan kesehatan dan solidaritas sosial yang tercermin dalam kewajiban membayar zakat atau bentuk shadaqah lainnya seperti sadaqah dari nadzar, kafarat, hewan kurban dll.[7]
6.  Batasan Kebebasan dalam Islam
Bagi manusia, batas kebebasan dan ketebatasan tidak begitu jelas. Apa yang bagi seseorang termasuk daam wilayah kebebasannya barag kai bagi orang lain meruakan kemustahilan, begitu pula sebaliknya. Ini mengindikasikan bawa kepentingan bebasa tia individu berbeda dan hal iiberari membbutuhkan atoran aturan tertentu.
Meskipun Islam mengakui kebebasan, namun bukan berarti manusia dapat bebas tanpa batas. Kebebasan dalam islam ditekankan dalam bentuk tanggung jawab social­(al maslahah al mursalah). Dasar umum prinsip ini bahwa manusia tetap dalam kemerdekaan individunya selama tidak bertrubkan dengan kemaslahatan umum.
Islam memberikan batasan mengenai hak dan kebebasan beragama, berfikir dan berbicara ,yang terangkum dalam Deklarasi London sebagai berikut.
a. Setiap orang mempunyai hak untuk mengekspresikan pemikiran dan kepercayaannya sejauh dalam lingkup yang diatur dalam hukum. Namun tidak seorangpun berhak menyebarkan kepalasuan atau menyebarkan berita yang mungkin mengganggu ketentraman publik atau melecehkan harga diri orang lain.
b.  Mencari ilmu dan mencari kebenaran bukan hanya hak tapi kewajiban bagi   Muslim.
c.  Hak dan kewajiban Muslim adalah melakukan protes dan berjuang melawan penindasan, meskipun dalam hal ini harus melawan penguasa Negara.
d.   Tidak ada batasan dalam menyebarkan informasi, asalkan tidak membahayakan keamanan masyarakat dan Negara dan masih dalam lingkup yang dibolehkan oleh hukum.
e.  Tidak seorangpun berhak menghina atau melecehkan kepercayaan agama lain atau memprovokasi permusuhan publik; menghormati kepercayaan agama lain adalah kewajiban bagi Muslim.
Kebebasan (hurriyah) dalam Islam memiliki nilai individu dan sosial sekaligus. Syariah Islam memberikan batasan bagi setiap individu agar ia dapat melaksanakan kebebasan secara proporsional. Untuk menjaga agar kebebasan tiap individu terjaga, maka da upaya preventif dan defensif dalam Islam. Yaitu dengam memberikan pengawasan dari dalam diri setiap individu sehingga ia dapat mengendalikan kebebasan dari dalam dirinya. Dengan demikian, ia tidak akan menggunakan hak kebebasan sesuai dengan hawa nafsu belaka.. Di antara sikap tersebut adalah rasa malu dan etika Islami lainnya.
Yang kedua, adanya Pengawasan yang berasal dari luar dirinya yaitu berupa aturan dan hukum yang diterapkan suatu negara. Peraturan supaya tidak semua manusia mampu mengendalikan dirinya dan dapat menggunakan hak kebebasannya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian, hukum tersebut sesungguhnya bertujuan untuk melindungi kebebasan, dan bukan sebagai sarana pengekang kebebasan.


C.    HUBUNGAN MURU’AH DAN HURRIYAH
Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai muru’ah atau perbuatan yang dapat di nilai berakhlak baik, apabila perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan dan kesadaran sendiri bukan karena paksaan dan bukan pula di buat-buat dan di lakukan dengan tulus ikhlas.
Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu ialah perbuatan yang di lakukan dengan sengaja secara bebas. Selanjutnya perbuatan akhlak juga harus dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan karena paksaan. Perbuatan seperti inilah yang dapat dimintai pertanggung jawabannya dari orang yang melakukannya.dengan demikian kita dapat melihat pentingnya hubungan tanggung jawab dengan akhlak.
Maka dapat di simpulkan bahwa kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani adalah merupakan faktor-faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat di katakan sebagai perbuatan akhlak.[8]
















BAB III
MENANAMKAN MURU’AH DAN HURRIYAH
PADA PESERTA DIDIK
  1. Latar Belakang
       Akhlak mulia pada peserta didik berperan penting dalam mewujudkan suatu kehidupan bermakna, damai dan bermartabat. Akhlak mulia menyangkut etika, budi pekerti, dan moral sebagai manifestasi dari pendidikan agama.
       Sering kali terdengar bila bicara soal akhlak yang kerap terdengar adalah segala penyimpangannya, tetapi ada juga akhlak yang sangat kontras yaitu mereka yang menjaga akhlaknya. Mereka menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu, bahkan banyak juga yang masih belia sudah hafal Al-Qur’an.
       Akhlak yang baik adalah fondasi agama dan merupakan hasil dari usaha orang-orang bertakwa. Dengan akhlak yang baik, pelakunya akan terangkat ke derajat yang tertinggi. Tidak ada amalan yang lebih berat dalam timbangan seorang muslim dihari kiamat nanti dari pada akhlak yang baik.
       Pengarahan yang tepat ialah dengan mengikuti contoh konkret lewat keteladanan Rasulullah saw. Dengan dukungan orang tua dan pendidikan formal, insyaAllah akan memperkuat dasar akidah remaja sehingga dia akan siap terjun dalam pergaulan masyarakat yang lebih luas. Dia biasa menjalankan tanggung jawabnya terhadap diri sendiri dan lingkunganya yang semuanya akan bermuara pada realisasi tanggung jawabnya kepada Allah swt.
Dalam diri seseorang diperlukan sikap muru’ah dan hurriyah. Sikap muru’ah dan hurriyah perlu kita bina sejak masih kecil. Sikap hurriyah ini berkaitan erat dengan kebebasan yang baik dalam diri. Jika kita mampu mengendalikan diri dari urusan-urusan dunia, maka kebebasan inilah yang berperan aktif secara baik.





  1. Cara Menanamkan Muru’ah Pada Peserta Didik
Menanamkan Nilai-nilai Akhlak Mulia di Madrasah Ibtidaiyyah (MI)  secara umum ada 2 cara untuk menanamkan Nilai-nilai akhlak mulia pada siswa, yaitu:
1.      Intervensi
Adalah usaha sadar yang sengaja dilakukan untuk memberikan pemahaman, dorongan dan penugasan kepada siswa sehingga mereka atas kesadaran sendiri mau  melaksanakan dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini kegiatan dapat dilakukan dengan mengenalkan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia yang diharapkan diketahui dan dilakukan anak-anak dalam kehidupan ksehariannya dengan cara diintegrasikan dalam semua mata pelajaran yang ada.
2.      Pembiasaan (habituasi)
Adalah kegiatan sebagai tindak lanjut dari intervensi yaitu membiasakan anak untuk mengamalkan nilai-nilai akhlak mulia dan karakter dalam kehidupannya.
Dalam kegiatan ini peran dan kepedulian semua warga sekolah sangat menentukan keberhasilan pembentukan karakter anak. Sehingga setiap saat harus mengamati segala hal yang dilakukan siswa-siswinya terutama di sekolah dengan sesegera mungkin memberi pengertian pada anak apa yang harus dilakukan (jika anak berlaku dengan baik diberi pujian dan jika berbuat sesuatu yang kurang/tidak baik maka segera diberi teguran dan diminta melakukan tindakan yang sebaiknya ia lakukan).
Peran Kepala Sekolah, Guru dan tenaga kependidikan antara lain :
a.       Sebagai demonstrator (memberikan keteladanan)
b.      Sebaga pengelola kelas/kegiatan (menciptakan Susana kelas yang kondusif)
c.       Sebagai mediator dan fasilitator
d.      Sebagai evaluator
Oleh karena itu dalam proses penanaman nilai-nilai dan pembentukan akhlak mulia semua warga sekolah terutama kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan harus mampu menampilkan sikap perilaku yang baik sehingga berpengaruh positif pada siswa. Nilai-nilai akhlak mulia yang dikembangkan di sekolah dasar antaralain ; Santun, kasih sayang, kerjasama, disiplin, rendah hati, percaya diri mengendalikan emosi, toleran, mandiri, jujur, hemat, pantang menyerah, berpikir positif, adil, cinta damai, kerja keras, cinta tanah air, tanggungjawab dan ikhlas.
  1. Cara Menanamkan Hurriyah Pada Peserta Didik
Manusia adalah satu-satunya mahluk yang mempunyai kebebasan untuk memilih sendiri jalan hidupnya serta kemampuan untuk mengembangkan dirinya. Manusia sebagai makhluk paling sempurna, dilengkapi dengan kemampuan berfikir (akal) serta perasaan. Dengan akal, memungkunkan manusia mengetahui sunnah-sunnah Allah, dan memanfaatkannya untuk kepentingan hidupnya. Maka dari itu sangat penting sekali menanamkan sikap hurriyah kepada peserta didik sejak di Madrasah Ibtidaiyyah. Menanamkan sikap hurriyah kepada peserta didik dengan cara memberi kebebasan peserta didik untuk berkehendak, berpendapat, memilih sesuatu sesuai dengan batasan-batasan tertentu.                                                                  
 Hak untuk mendapatkan kebebasan sama pentingnya seperti hak untuk hidup. Kebebasan dapat diterapkan secara purna pada niat pribadi, kehendak dan penguasaan atas prilaku peserta didik. Sedangkan kekuasaan penggunaannya secara praktis tergantung pada apakah kebebasan itu membahayakan orang lain atau tidak. Kebebesan memilih merupakan landasan etik bagi salah satu prinsip Islam tentang tanggung jawab individual setiap muslim di hadapan Tuhannya, dan setiap orang berhak atas apa yang diusahakannya.
Islam merupakan pembebasan yang bertumpu pada ajaran tauhid. Misi sosial kebudayaan Islam berupaya menghapus segala praktik yang dapat merendahkan martabat dan kodrat manusia itu sendiri. Maka dalam permasalahan ini, islam mengatur dengan baik tentang penggunaan kebebasan yaitu dengan memerikian batasan-batasan tertentu. Jadi dapat kita ambil satu kesimpuln islam mengakui adanya kebebasan, dalam artian kemerdekaan yang menjadi lawan perbudakan. Dalam islam bentuk kebebasan adalah ikhtiyar, yaitu memilih. Islam tidak memaksakan menusia dalam hal keyakinan (beragama ). Telah jelas disebutkan dalam al-Qur’an Lakum dinukum wa liyaddin.
  1. Pembahasan/Isi
1.      Kontribusi bagi Pengembangan Kualitas MI di bidang Akhlak
Pendidikan sebagai upaya untuk memberikan solusi perkembangan dan perubahan kemanusiaan secara dinamik dan gradual berkaitan erat dengan sekolah utamanya sekolah formal. Sekolah sebagai proses pengembangan kepribadian peserta didik  berusaha memberikan bantuan kepada peserta didik untuk mengembangkan dirinya secara utuh berdasarkan kasih. Sekolah berdiri diantara peserta didik dan Allah SWT. yang memberinya tanggungjawab. Sekolah dengan berbagai upaya dan seluruh elemen sekolah  yang terus- menerus membimbing, memproses dan mengantarkan peserta didik kearah pengenalan akan ciptaan Allah SWT. dengan segala hukum- hukumNya.
Dalam dunia pendidikan, khususnya dibidang Akhlak, sikap muru’ah dan hurriyah sangat diperlukan untuk setiap peserta didik. Karena hal tersebut dapat menentukan kualitas MI terutama pada peserta didiknya. Orang yang memiliki sikap tersebut maka akan senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Di dalam sebuah MI diperlukan penanaman sikap itu sejak dini karena dapat membentuk pribadi yang baik bagi setiap peserta didiknya dan akan menimbulkan prasangka yang baik terhadap Allah SWT, terhadap apa yang telah diberikan dengan begitu maka rasa syukur akan selalu muncul.
Dengan adanya pembelajaran sikap muru’ah dan hurriyah ini maka kualitas MI akan semakin tinggi karena akan berdampak positif kepada peserta didik sehingga mereka akan senantiasa bersyukur dan bersikap qana’ah, sehingga dapat terbawa dengan lingkungan sekitar dan akan menimbulkan sikap-sikap terpuji lainnya, yang tentunya dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitar.

2.      Mengkritisi Proses Pembelajaran Akhlak
Dalam proses pembelajaran Akhlak, perlu ditanamkan sikap muru’ah  dan hurriyah, terutama untuk anak-anak. Dengan membiasakan bersikap muru’ah dan hurriyah seseorang akan belajar untuk bert Walaupun itu sedikit jumlahnya, memanfaatkan segala sesuatu pada tempatnya dan dapat menghindarkan diri dari sifat boros. Bila seseorang dapat menumbuhkan sikap qana’ah dalam dirinya itu akan memudahkan seseorang untuk selalu bertindak dengan baik sesuai dengan kebebasan yang ada batasannya.

3.      Memberikan Pemecahan Masalah untuk Merekonstruksi Proses Pembelajaran
Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, sebagai seorang pendidik harus memiliki sebuah metode untuk memecahkan setiap masalah yang mucul pada proses pembelajaran. Diantaranya sebagai berikut.
a.       Pemberian motivasi belajar kepada anak didik
Tujuan dari memberi motivasi adalah agar siswa terdorong untuk lebih giat lagi belajar. Seperti ketika peserta didik memiliki akhlak yang buruk, maka seorang pendidik harus selalu memberikan motivasi bahwa ia harus selalu berakhlak baik.
b.      Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang dan menyenangkan
Jika suasana pembelajaran di kelas menyenangkan, pasti siswa tidak akan merasa bosan dan akan lebih tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut.
c.       Mengembangkan kebiasaan belajar yang baik
Sebagai seorang pendidik, harus bisa mengembangkan kebiasaan belajar para siswa menjadi lebih baik agar kegiatan pembelajaran dapat hidup. Seperti: mengajak belajar siswa di luar ruangan, agar siswa lebih bersemangat dan mengenal alam luar, tidak hanya di dalam satu ruangan itu saja. Dan menanamkan sikap muru’ah dan hurriyah pada peserta didik bahwa ia harus berakhlak mulia dan bertindak sesuai dengan keinginannya dengan batasan tertentu dalam proses pembelajaran.
d.      Mengembangkan sumber belajar yang menarik
Agar siswa selalu ingin tahu dengan materi yang akan disampaikan, hendaknya pendidik mengembangkan sumber belajar, agar siswa lebih tertarik untuk mempelajarinya. Setelah mengetahui berbagai materi contohnya tentang Akhlak, maka jangan lupa ajarkan sikap muru’ah dan hurriyah dengan metode yang tepat agar anak mengerti dan dapat mengaplikasikannya.
4.      Mengidentifikasi Masalah yang Muncul pada Anak Didik
Dalam proses pembelajaran pasti terdapat berbagai permasalahan yang muncul, kita sebagai pendidik harus memiliki cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul pada proses pembelajaran tersebut.
a.       Contoh sikap buruk peserta didik dan cara mengatasinya.
1)      Seorang peserta didik yang tidak membolos saat proses pembelajaran karena ia malas belajar.
Cara mengatasinya: kita sebagai pendidik harus senantiasa memberikan motivasi-motivasi kepada peserta didik yang malas belajar, dan meminta peserta didik untuk terus meningkatkan prestasinya dalam proses pembelajaran. 
2)       Seorang peserta didik yang memiliki keterbatasan dalam proses pembelajaran dan merasa ia tidak mampu belajar dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Cara mengatasinya: sebagai pendidik tak henti-hentinya kita memberikan motivasi kepada peserta didik yang mengalami masalah, peserta didik yang memiliki keterbatasan sebaiknya harus selalu bersyukur dengan apa yang Allah berikan, karna dibalik keterbatasan tersebut terdapat beberapa kelebihan yang belum kita ketahui, untuk itu kita memiliki kesempatan untuk dapat berkembang.


















BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan data di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.                      Muru’ah adalah kata sifat yang diambil dari kata benda “Mar’u” yang berarti manusia atau orang. Muru’ah pada mulanya berarti sifat yang dimiliki oleh manusia. Sifat tersebutlah yang membedakan manusia dari hewan dan makhluk lain pada umumnya. Istilah ini dipakai dalam agama Islam dalam pengertian mengaplikasikan akhlak yang terpuji dalam segala aspek kehidupan serta menjauhkan akhlak yang tercela sehingga seseorang senantiasa hidup sebagai orang terhormat dan penuh kewibawaan.
Huriyyah adalah konsep yang memandang semua manusia pada hakekatnya hanya hamba Allah saja, sama sekali bukan hamba sesama manusia. Berakar dari konsep ini, maka manusia dalam pandangan Islam mempunyai kemerdekaan dalam memilih profesi, dalam memilih wilayah hidup, bahkan dalam menentukan pilihan agama pun tidak dapat dipaksa. Apalagi dalam masalah pengelompokan politik dan organisasi sosial. Boleh saja orang yang dianjurkan mengikuti suatu kelompok sosial maupun kelompok keagamaan, namun tidak dengan paksaan, sebab pada hahekatnya hak untuk memaksa adalah hanya wewenang Tuhan.
Banyak orang yang tidak mengetahui hikmah yang dapat diambil dari sikap muru’ah dan hurriyah, padahal sikap muru’ah dan hurriyah dapat membuat diri kita selalu berakhlak baik. Orang yang mempunyai sikap murru’ah dan hurriyah, akan selalu menanamkan pada dirinya bahwa apa yang dilakukan memiliki batasan tertentu.

B.     Saran
Dari pembahasan yag telah kami sajikan diatas, kami berharap mudah-mudahan setelah kita mempelajari pelajaran mengenai akhlak terpuji ini, agar bisa kita jadikan sebagai rujukan dalam melakukan pergaulan dalam kehidupan. Berakhlak terpuji terungkap dalam seluruh sikap dan perbuatan, dalam amal perbuatan dan kerja nyata. Jadi sudah sepatutnyalah kita untuk selalu berakhlak terpuji dalam kehidupan sehari-hari. Kita sudah mengetahui bagaimana cara meningkatkan akhlak terpuji. Dan semoga kita dapat selalu berahklak terpuji. Mudah-mudahan dengan meningkat akhlak terpuji, kehidupan kita akan selalu berada dalam lindungan Allah SWT.
 Kemudian juga kami selaku pemakalah berharap kepada pembaca makalah ini, agar jangan mengambil rujukan hanya terfokus kepada materi yang telah  kami sajikan dalam makalah ini saja, akan tetapi mari kita sama-sama aktif dalam mencari buku-buku dan sumber lainnya yang membahas masalah akhlak terpuji ini secara mendalam, sehingga lebih memantapkan pengetahuan kita mengenai pembahasan akhlak terpuji tersebut dan dapat mengaplikasikannya dengan lingkungan sekitar.
























DAFTAR PUSTAKA

Kumaidi. Aqidah Akhlak. Akik Pusaka, Cirebon: 2009.
Komari, Rasyid.. Pendidikan Agama Islam. Citra Pusaka, Surabaya: 2010.
Khalimi. Pembelajaran Akidah dan Akhlak. Direktorat Jendral Pendidikan Islam dan Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta: 2009.
Ash Shiddiqy ,  Hasbi. Falsafah Hukum Islam. Bulan Bintang, Jakarta: 1975.
Hasan,  Tholchah. Islam dalam Perspektif Sosio Kultural.  Lantabora Press, Jakarta: 2000.
Mudjib, Abdul. Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh: Al-Qawaidul Fiqhiyyah. Kalam Mulia, Jakarta: 1994
Muhaimin, Tadjab,ABD Mudjib. Dimensi-dimensi Studi Islam.  Karya Abditama, Surabaya: 1994.
Muhammad ahmad. Tauhid Ilmu Kalam, cetakan 1. Pustaka Setia,Bandung: 1998.





[1] Kumaidi. Aqidah Akhlak. (Cirebon,  Akik Pusaka,  2009) hal: 99

[2] Komari, Rasyid. Pendidikan Agama Islam. (Surabaya, Citra Pusaka, 2010) hal: 187
[3] Khalimi. Pembelajaran Akidah dan Akhlak. (Jakarta, Direktorat Jendral Pendidikan Islam dan Departemen   Agama Republik Indonesia, 2009) hal: 122


[4] Hasan,  Tholchah. Islam dalam Perspektif Sosio Kultural.  (Jakarta, Lantabora Press, 2000) hal : 78

[5] Mudjib, Abdul. Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqh: Al-Qawaidul Fiqhiyyah. (Jakarta, Kalam Mulia, 1994) hal: 177

[6] Muhaimin, Tadjab,ABD Mudjib. Dimensi-dimensi Studi Islam.  (Surabaya, Karya Abditama, 1994) hal: 134

[7] Muhammad ahmad. Tauhid Ilmu Kalam, cetakan 1. (Bandung,  Pustaka Setia, 1998) hal: 65
[8] Ash Shiddiqy ,  Hasbi. Falsafah Hukum Islam. (Jakarta, Bulan Bintang, 1975) hal: 124

Tidak ada komentar:

Posting Komentar